Sabtu, 28 Februari 2009

Paruman Klian Desa Pakraman Jalur Melasti











.
Paruman Klian Desa Pakraman jalur Pelelastian
dan Pengayah di Suci Pura Agung Besakih, 28 Februari 2009
Memasuki hari ketiga setelah upacara Ngaturang Pamiut, Nuwasen Karya lan Pengalang Sasih, Ngingsah, Negtegang lan Ngunggahang Sunari dan juga upacara Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha yang dilaksanakan pada 25 Februari 2009 lalu, ratusan pengayah (relawan) berdatangan ke Besakih untuk ngaturang ayah membantu para pengayah tukang banten dibawah pengawasan 5 orang Ida Pedanda Istri yang disebut sebagai Sang Tapini.
Berbagai jenis jejahitan sudah mulai dibuat, sanganan catur juga secara bertahap mulai dikerjakan dan berbagai perlengkapan sesajen lainnya yang merupakan bagian tugas lelakipun sudah mulai dikerjakan. Kedatangan ratusan pengayah, yang datang secara berkelompok, membuat penyanggra karya (panitia lokal) di Besakih harus kerja keras mengatur pekerjaan yang mesti dilaksanakan (terutama untuk pekerjaan pengayah lanang) sementara kesiapan bahan-bahan belum terpenuhi seluruhnya. Bendesa Besakih Wayan Gunatra menjelaskan bahwa pekerjaan untuk pengayah lanang akan semakin meningkat setelah upacara Nyukat Genah dan Ngawit Mekarya Wewangunan tanggal 6 Maret 2009 nanti.
Sementara itu di Sekretariat Panitia sudah terdaftar puluhan kelompok pengayah yang menyatakan akan pedek tangkil ngaturang ayah, terutama pada hari-hari akhir minggu (Jumat, Sabtu dan Minggu). Untuk hari Minggu besok, misalnya, terdaftar sekitar 10 kelompok pengayah yang meliputi total tidak kurang dari 500 orang akan datang ke Besakih untuk membantu mengerjakan sarana upakara di Suci Pura Agung Besakih.




Paruman Klian Desa Adat
Pada hari Jumat, 28 Februari 2009 pagi tadi, dilaksanakan paruman (pertemuan) Klian Desa Adat kabupaten Klungkung dan Karangasem yang wilayahnya akan dilalui oleh prosesi Palelastian. Pada paruman itu disepakati perihal pembagian tugas antar Desa Pakraman untuk mundut jempana Ida Bhatara secara bergantian tatkala iring-iringan pelelastian melewati wilayah mereka. Tercatat sebanyak 29 desa Pakraman yang akan dilalui oleh prosesi Pelelastian pada jalur Besakih - Klotok – Sidemen – Besakih yang akan ditempuh dalam waktu 3 hari 2 malam sejak 21 hingga 23 Maret 2009.
Selain teknis pemargi Pelelastian, disepakati pula untuk menjaga ketertiban dan kesucian jalur yang dilewati, antara lain menetapkan penggunaan bahan-bahan alami untuk penjor serta membuka sementara baliho caleg yang terpasang sepanjang jalur.
Paruman serupa akan digelar kembali dengan Klian Desa Adat tersebut dan juga dengan pengurus pura Pedharman yang ada di kawasan Pura Agung Besakih terkait dengan kesertaan pralingga Ida Bhatara di pura Pedharman akan turut serta dalam prosesi pelelastian ke Segara Klotok sebagaimana dengan tradisi Panca Bali Krama yang telah lewat.
.
Foto 1, 2: Ngocang Ketungan oleh Ida Pedanad Istri dan pengayah istri Tukang Banten
Foto 3: Pengayah istri Tukang Banten.
Foto 4: Sebagian kecil sarana upakara yang telah selesai dibuat.
.

Sang Tapini Pimpin Pengayah

Sabtu, 28 Februari 2009 BP
Panca Bali Krama
Lima Pedanda Pimpin 'Pangayah'

Amlapura (Bali Post) -
Lima pedanda istri, Jumat (27/2) kemarin memimpin pangayah mempersiapkan upakara Panca Bali Krama (PBK) dan Batara Turun Kabeh (BTK). Hal itu disampaikan Jro Mangku Suyasa di sela-sela mengarahkan pangayah banten dan mareresik (bersih-bersih) di areal Pura Penataran Agung Besakih.
Kelima tapini (ahli banten) itu, kata Mangku Suyasa, yakni Ida Pedanda Istri Mas dan Ida Pedanda Istri Wayan -- keduanya dari Geria Budakeling -- serta Ida Pedanda Istri Karang dan Ida Pedanda Istri Anom dari Geria Sibetan dan Ida Pedanda Istri Pemayun dari Geria Aan, Klungkung. Semua pedanda istri tersebut tinggal di pasraman, di utara Penataran Agung.
Kemarin juga tampak ratusan pangayah laki-laki dan perempuan mengerjakan berbagai jenis jejahitan, seperti tamas, pengnarang dan klatkat. Dari beberapa kelompok pangayah yang tiap kelompok terdiri atas puluhan sampai ratusan itu, juga tampak rombongan pangayah dari guru TK di Karangasem. (013)
Sumber: Bali Post, Sabtu, 28 Februari 2009

Kenapa Tak Boleh Ngaben

Jumat, 27 Februari 2009 BP
Panca Bali Krama
Kenapa Tak Boleh Ngaben?
SALAH satu hal yang tak boleh dilakukan umat Hindu di Bali serangkaian Panca Bali Krama adalah ngaben atau makinsan di geni sejak 21 Februari hingga 27 April 2009. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran No: 054/MDP Bali/XI/2008. Atas dasar itu pula, sejumlah warga yang meninggal pada kurun waktu tersebut akan dilakukan prosesi penguburan pada petang hari yang salah satunya dilengkapi sarana obor.
Lantas, apa yang mendasari adanya larangan melaksanakan upacara pengabenan selama rangkaian Karya Agung Panca Bali Krama tersebut?
Menurut Ketua PHDI Bali Dr. IGN Sudiana Sudiana, karya-karya agung seperti Panca Bali Krama merupakan proses penyucian alam. Karenanya, selama batas waktu tertentu dilakukan proses negtegan karya atau mapanyengker agar peristiwa-peristiwa suci bisa dipertahankan guna mendukung kesuksesan penyelenggaraan karya agung tersebut. 'Larangan melaksanakan upacara pengabenan serangkaian digelarnya karya agung itu tertuang dalam sejumlah lontar di antaranya Lontar Bhama Kertih. Jadi, larangan pengabenan itu sudah tertuang dalam sastra-sastra agama,' katanya.
Sementara itu, dosen IHDN Denpasar yang juga Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat Drs. Ketut Wiana, M.Ag. mengatakan, umat dianjurkan tidak melakukan pengabenan selama Karya Panca Bali Krama dengan maksud agar berkonsentrasi penuh pada pelaksanaan karya agung tersebut. Jadi, selama karya tersebut umat dianjurkan berkonsentrasi penuh, melaksanakan yasa kerti agar karya agung itu berjalan sukses. Sementara kegiatan upacara pitra yadnya selama karya berlangsung 'ditiadakan' untuk sementara.
Ada sejumlah sastra seperti Lontar Dangdang Bang Bungalan yang mendasari hal itu. Karena itu, kata Wiana, saat nuwasen karya umat dibagikan tirta pangrapuhan atau tirta panyengker. Tirta itu dipercikkan di setra atau Pura Prajapati dengan harapan Karya Panca Bali Krama berjalan sukses tanpa ada gangguan. Tetapi sesungguhnya, kata Wiana, tirta pangrapuhan itu diyakini memiliki kekuatan yang amat tinggi. Dengan diperciki tirta itu di setra, jenazah yang dikubur sudah dianggap bersih. (ian/lun)
Sumber: Bail Post, Jumat, 27 Februari 2009

Lakukan Yasa Kerti

Kamis, 26 Februari 2009 BP
Panca Bali Krama
Umat Harus Lakukan Yasa Kerti .

NUWASEN Karya Agung Panca Bali Krama (PBK) dan Batara Turun Kabeh (BTK) digelar di Pura Penataran Agung Besakih, Rabu (25/2) kemarin. Dengan upacara itu diharapkan umat melakukan yasa kerti, terutama dalam bentuk kesiapan mental, kesucian hati, serta senantiasa menampilkan pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Dengan menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak terpuji serta dapat menodai kesucian dan pelaksanaan Karya Panca Bali Krama.
Selain nuwasen karya (menetapkan hari baik memulai karya), juga digelar prosesi lainnya yakni negtegang, nyuci beras dan ngunggahang sunari. Upacara ini dipusatkan di Penataran Agung Besakih di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tianyar dari Geria Menara, Sidemen. Sementara negtegang lan nyuci beras di-puput Ida Pedanda Istri Karang dari Geria Sibetan.
Selain upacara di Penataran Agung Besakih, kemarin juga digelar upacara ngaturang pengandeg, nunas tirta panglukatan dan pamarisudha di Pura Dalem Puri, Besakih. Upacara itu di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Geria Gede, Aan, Klungkung yang juga yajamana karya PBK dan BTK. Upacara itu di-puput bersama Ida Pedanda Gde Nyoman Jelantik Dwaja dari Geria Budakeling. Persembahyangan nuwasen karya di Besakih dihadiri Wagub Bali AAN Gede Puspayoga dan staf serta Asisten II Sekdakab Karangasem Ir. Komang Gde dan Ketua Bappeda Wayan Arthadipa, S.H.
Sementara itu, umat yang ngaturang ayah ke Besakih terus berdatangan. Tidak saja karyawan instansi pemerintah dan swasta, juga perorangan. Menurut sejumlah panitia, sambutan masyarakat terhadap Karya Panca Bali Krama tahun ini sangat antusias. Ini dapat dilihat dari jumlah umat yang ngaturang ayah setiap harinya. 'Jadi, umat tidak hanya sembahyang ke Besakih, tetapi telah berupaya terlibat sejak awal. Hal ini merupakan perkembangan yang sangat baik dalam kesadaran umat untuk ngaturang ayah,' katanya.
Dibandingkan 10 tahun lalu, animo masyarakat tidak setinggi saat ini. Ketika itu umat masih berpatokan pada sembahyang saat upacara puncak dan Ida Batara nyejer. 'Sekarang umat sudah terlibat sejak awal. Dan, ini merupakan perkembangan yang sangat baik,' katanya berulang-ulang. (013)
Sumber: Bali Post, Kamis 26 Februari 2009

Kamis, 26 Februari 2009

Panyineban di Pura Manik Mas Besakih










Panyineban Ngenteg Linggih Pura Manik Mas Besakih
Setelah berlangsung selama 24 hari sejak Soma Umanis Tolu, Senin, 2 Februari 2009, seluruh rangkaian upacara Pamelaspas, Mendem Pedagingan dan Ngenteg Linggih di Pura Manik Mas Besakih berakhir sudah dengan dilaksankannya upacara Panyineban sore tadi, Kamis 26 Februari 2009. Upacara Panyineban yang diikuti oleh krama pemaksan Ulun Kulkul, perwakilan krama dan Pemkab Jembrana serta para Pemangku Pura Agung Besakih ini berlangsung sejak jam 15.00 wita dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Oka Sidhanta dari Griya Gede Taman Sari, Yeh Embang, Mendoyo, Jembrana.
Prosesi Panyineban diawali dengan pemujaan oleh Ida Pedanda di Bale Pawedan dilanjutkan dengan pamuspaan (persembahyangan bersama), Nuwek Bagia (pralina upakara), Ngeseng Orti (membakar unsur pokok upakara) Mendem Bagia Pulakerti dan Nyineb Pralingga Ida Bhatara Manik Mas ke Pura Merajan Selonding yang berlokasi sekitar 300 meter arah utara Pura Manik Mas. Untuk diketahui, Pura Merajan Selonding adalah pasimpenan pralingga Ida Bhatara Soring Ambal-Ambal (pura yang berlokasi di sisi hilir atau selatan bancingah - halaman luar - Pura Penataran Agung Besakih).
Bersamaan dengan selesainya pemujaan panyineban oleh Ida Pedanda, dilaksanakan pula upacara Rsi Bhojana yang bermakna sebagai ungkapan terima kasih kepada para sulinggih yang berperan selama karya Pamelaspas, Mendem Pedagingan dan Ngenteg Linggih di Pura Manik Mas Besakih. Upacara Rsi Bhojana diwujudkan dalam bentuk menghaturkan persembahan punia dan rayunan (hidangan) oleh penyanggra karya kepada para sulinggih dilanjutkan dengan puja doa dan ditutup secara simbolis makan bersama oleh para sulinggih yang hadir saat itu. Seluruh rangkaian upacara panyineban berakhir pada jam 17.40 wita dengan prosesi ngalinggihang pralinga Ida Bhatara Manik Mas di Pura Merajan Selonding.
Seperti beberapa rangkaian upacara Manik Mas sebelumnya, usai upacara Panyineban, kawasan Besakih diguyur hujan deras.

.
.
Foto 1: Ida Pedanda Gede Oka Sidhanta melakukan pemujaan upacara panyineban di Bale Pawedan Pura Manik Mas Besakih.
Foto 2: Prosesi Ngeseng Orti di natar jeroan Pura Manik Mas Besakih usai pemujaan upacara Panyineban.
Foto 3: Rsi Bhojana
Foto 4: Prosesi mundut pralingga Ida Bhatara Manik Mas menuju Pura Merajan Selonding.
Foto 5: Sebelum menutup seluruh rangkaian upacara panyineban dilakukan persembahyangan bersama di Pura Merajan Selonding.
.

Rabu, 25 Februari 2009

4 upacara 25 Februari 2009

Catatan 25 Februari 2009

Tahap pelaksanaan empat upacara hari ini yang disusun dalam buku Yasa Kerti Panca Bali Krama lan Bhatara Turun Kabeh Pura Agung Besakih Warsa 2009, kemarin telah saya perkirakan cukup memadai - dari sisi waktu - untuk diliput seluruhnya secara lengkap. Namun ketika pagi tadi diputuskan untuk dilaksanakan secara bersamaan (berselang tak lebih dari 30 menit) membuat saya rada panik untuk meliput seluruh acara.
Usai persembahyangan untuk upacara Ngaturang Pamiut dan Nuwasen Karya lan Pengalang Sasih di Pura Penataran Agung Besakih, bergegas saya ke Pura Dalem Puri untuk meliput upacara Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha. Beruntung, sampai di Pura Dalem Puri pemujaan oleh sulinggih baru saja usai kemudian dilanjutkan dengan muspa lalu Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha. Dokumentasi still photo dan video cukup lengkap saya dapatkan saat ritual ini.
Natar Pura Dalem Puri Besakih mulai lengang ketika para Bendesa Desa Pakraman se Bali beriringan kembali ke desa masing-masing dan tiba-tiba hujan deras bagai tumpah menyiram Besakih. Menumpang kendaraan pemedek, sekenanya, 10 menit kemudian saya sampai di Suci Pura Agung Besakih (di sisi barat Pura Penataran Agung Besakih) sesaat menjelang pemujaan Ngingsah Beras dan Negtegang dimulai oleh Ida Pedanda Istri Karang. Dokumentasi pemujaan bisa saya dapatkan namun prosesi Ngingsah Beras (mencuci beras) yang bersamaan dengan Nunas Tirta di Pura Dalem Puri, terlewatkan :-(
Walau saya memiliki foto-foto Ngingsah Beras pada upacara sejenis di Pura Besakih tetap saja terasa kurang lengkap. Mudah-mudahan rekan-rekan mahasiswa ISI jurusan Fotografi yang pagi tadi hadir - hunting - di Besakih atau Sie Dokumentasi Panitia Lokal berhasil membuat dokumentasinya.
.
Foto: Selain upacara dan pengayah yang semakin berdatangan ke Pura Agung Besakih, pagi tadi peserta Penataran Pemangku se-Indonesia berkesempatan hadir ngaturang bhakti di palinggih Pada Tiga Pura Penataran agung Beskaih.

Tirta Panglukatan lan Pamarisudha

Tentang Tirta Panglukatan lan Pamarisudha.
Khusus tentang rangkaian Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha, yang melibatkan perwakilan seluruh Desa Pakraman di Bali hari ini (25 Februari 2009), tata cara pelaksanaannya serta tata cara penggunaan di masing-masing desa dan rumah tinggal adalah sebagai berikut :
a. Kurang lebih jam : 10.00 Wita, perwakilan dari masing-masing desa Pakraman/ Kecamatan/ Kabupaten/ Kota datang ke pura Dalem Puri Besakih, dengan membawa upakara berupa Peras Pejati, Canang sari dan Segehan, lengkap dengan 2 (dua) Bumbung bambu sebagai tempat tirtha ;
Sebagai tempat Tirta Pangandeg, dihias dengan daun andong, kain Putuh Kuning, andel-andel. (berisi tulisan/pipil Tirta Pangandeg.
Sebagai tempat Tirta Pamarisudha, dihias dengan daun andong, kain putih kuning, andel - andel dan tedung. (berisi tulisan / pipil tirta pemarisudha)
b. Setelah tiba di tempat masing-masing, tirtha dipendak dengan segehan, kemudian dilinggihkan di pura Dalem. Untuk mencukupi semua umat di wilayah itu, tirtha dapat ditambahi dengan air bersih secukupnya.
c. Masing-masing umat Hindu yang ada di wilayah tersebut mohon tirtha Pemarisudha sampai di pura Dalem dengan menghaturkan canang sari, untuk dipercikkan di sanggah/merajan, pekarangan rumah dan semua anggota keluarga.
d. Bagi yang masih memiliki jenasah yang belum di aben, agar memercikkan pula tirtha Pangandeg tersebut di setra/tempat jenasah dikubur, dengan terlebih dahulu menghaturkan upacara :

  • Di pura Dalem dan Prajapati : menghaturkan sodan putih kuning dan canang sari, dengan permohonan agar Ida Bhatara Dalem dan Prajapati berkenan menganugrahkan kesucian dan pemarisudha sehingga tidak menodai kesucian karya yang akan dilaksanakan.
  • Di setra/tempat jenasah dikuburkan menghaturkan tipat pesor, nasi angkeb, pangkonan putih kuning asagi. Dengan permohonan agar sang pitara tidak mengganggu jalannya upacara yang akan dilaksanakan.

Batas waktu untuk nyiratang tirtha pemarisudha ini selambat-lambatnya tanggal 28 Pebruari 2009 sudah selesai dilaksanakan.

Bagi umat Hindu di luar daerah Bali.
Permohonan tirtha pemarisudha tersebut dapat dilakukan melalui tempat suci yang ada di wilayah masing-masing. Dengan sarana upakara berupa peras pejati. Pemangku mohon tirtha pemarisudha dihadapan pelinggih yang ada, kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dalam Ista Dewatanya sebagai Betara Siwa. Selanjutnya dibagikan kepada seluruh umat dengan tata cara seperti tersebut diatas, dan bentuk upakaranya dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

.

Foto: Umat dari pelosok Bali pedek tangkil ke Pura Agung Besakih pagi tadi serangkaian upacara Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha Karya Agung Panca Bali Krama lan Bhatara Turun Kabeh Pura Agung Besakih Warsa 2009.

Nuwasen Karya dan Nunas Tirta Pamarisudha

Nuwasen Karya dan Nunas Tirta Pangandeg lan Pamarisudha
Hari ini, Rabu, Buda Wage Warigadean tanggal 25 Februari 2009 merupakan rangkaian kedua dari 43 acara Karya Agung Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih warsa 2009. Upacara hari ini juga rangkaian pertama yang secara langsung melibatkan seluruh Desa Pakraman yang ada di Bali. Sebagaimana ditulis dalam buku Yasa Kerti Karya Agung Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh Pura Agung Besakih 2009, terdapat 4 jenis upacara yang dilaksanakan pada hari ini, yaitu:
08.00 wita, Ngaturang Pamiut dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih
09.00 wita, Nuwasen Karya lan Pengalang Sasih dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih
10.00 wita, Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha dilaksanakan di Pura Dalem Puri Besakih
13.00 wita, Nyuci Beras, Negtegang lan Ngunggahan Sunari dilaksanakan di Suci Pura Agung Besakih.
Atas berbagai pertimbangan, terutama pengayah yang telah siap di masing-masing amongan (tugas), 4 rangkaian upacara tersebut dilaksanakan hampir bersamaan di 3 tempat, Pura Penataran Agung Besakih, Pura Dalem Puri Besakih dan Suci Pura Agung Besakih.
Upacara Ngaturang Pamiut dan Nuwasen Karya lan Pengalang Sasih dilaksanakan di Pura Penataran Agung dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Wayahan Tianyar dari Griya Menara, Sidemen, Karangasem yang melakukan pemujaan di Bale Gajah. Upacara ini dimaksudkan sebagai tonggak penetapan hari baik (dewasa ayu) memulai kegiatan menyiapkan berbagai sarana dan prasarana Karya Agung sekaligus sebagai pernyataan secara spiritual untuk memohonkan kesucian khususnya selama pelaksanaan karya (ngalang sasih). Selain dihadiri oleh pamedek yang hadir pagi tadi, upacara Ngaturang Pamiut, Nuwasen Karya lan Pengalang Sasih dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali A.A. Puspayoga bersama jajaran Pemprov. Bali dan Panitia Karya Agung Panca Bali Krama lan Bhatara Turun Kabeh Pura Agung Besakih.
Sementara di natar jeroan Pura Penataran Agung Besakih berlangsung upacara Ngaturang Pamiut, Nuwasen lan Pengalang Sasih, di Suci Pura Agung Besakih berlangsung prosesi Ngingsah Beras, Negtegang lan Ngunggahang Sunari. Upacara di Suci Pura Agung Besakih ini bermakna simbolis permohonan kepada Ida Hyang Widhi Wasa agar berkenan melimpahkan kesejahteraan, sandang pangan berkecukupan. Terkait dengan pelaksanaan Karya Agung Panca Bali Krama, ritual Ngingsah dan Negtegang bermakna permohonan kepada Ida Hyang Widhi Wasa untuk penggunaan berbagai jenis sarana upacara yang bersumber dari alam ciptaan Tuhan sekaligus memohon agar diberi kemudahan dalam mendapatkan beberapa sarana yang memang sulit dicari.
Secara fisik, Ngingsah Beras dan Negtegang adalah mencuci beras empat warna (pangider – nyatur) putih, merah, kuning dan hitam, lalu ditata melukiskan sosok tubuh manusia dilengkapi dengan uang kepeng (jinah bolong) dan kwangen menggambarkan simpul-simpul pokok anatomi tubuh. Beras yang telah ditata ini selanjutnya dilengkapi dengan berbagai upakara/sesaji lainnya lalu ditempatkan dalam sebuah ruang bangunan yang disebut Bale Panegtegan.
Ngungahang Sunari dilakukan di natar Pura Penataran Agung Besakih dan Suci Pura Agung Besakih oleh para pengayah krama Besakih. Sunari terbuat dari sebatang bambu (mirip penjor) dengan beberapa lubang di bagian atas yang mengeluarkan suara seperti seruling ketika tertiup angin. Sunari bermakna simbolis sebagai pemberitahuan kepada manusia dan seluruh isi alam bahwa prosesi awal rangkaian Karya Agung Panca Bali Krama resmi dimulai pada hari ini. Sunari ini akan terpasang selama upacara berlangsung hingga 27 April 2009.
Pemujaan upacara Ngingsah Beras, Negtegang dan Ngunggahan Sunari dilakukan oleh Ida Pedanda Istri Karang dari Griya Sibetan, Karangasem didampingi oleh Ida Pedanda Istri Anom dan Ida Pedanda Gede Putra Tembau selaku Yajamana Karya.
Dalam selisih waktu tidak lebih dari setengah jam dengan pelaksanaan nuwasen karya, upacara Nunas Tirtha Panglukatan lan Pamarisudha di Pura Dalem Puri mulai dilaksanakan. Perwakilan Desa Pakraman, perwakilan kecamatan dan kabupaten/kota se Bali telah berdatangan di areal Pura Dalem Puri Besakih sejak jam 09.00 pagi. Pemujaan upacara Nunas Tirta dipimpin oleh dua orang sulinggih, yaitu Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Griya Aan, Klungkung dan Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Duaja dari Griya Jelantik Budakeling, Karangasem. Prosesi Nunas Tirta Penglukatan lan Pamarisudha ini berjalan lancar dan tertib kedati natar jeroan Pura Dalem Puri sesak oleh perwakilan desa pakraman yang hadir saat itu. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal, pemangku Pura Dalem Puri Besakih, panitia dan pengayah tetap melayani kehadiran umat untuk nunas tirta hingga sore hari (sandyakala).
Dengan pelaksanaan 4 rangkaian upacara pada hari ini, Buda Wage Warigadean – Rabu 25 Februari 2009, seluruh rangkaian persiapan sarana upacara telah mulai dilakukan di Suci Pura Agung Besakih dengan bimbingan, pengawasan dan tanggung jawab Sang Tapini (para Ida Pedanda Istri). Penyebaran Tirta Panglukatan dan Pamarisudha ke seluruh wilayah Bali dan luar Bali (nunas tirta di pura setempat) hingga ke masing-masing keluarga memberi gambaran bahwa jagat dipandang suci dalam rangka pelaksanaan Karya Agung Panca Bali Krama Pura Agung Besakih warsa 2009.
.
Foto 1:
Wakil Gubernur Bali A. A. Puspayoga bersama panitia dan pamedek lainnya muspa terkait pelaksanaan upacara Ngaturang Pamiut, Nuwasen Karya lan Pengalan Sasih di Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 2:
Ida Pedanda Istri Karang melakukan pemujaan saat pelaksanaan upacara Ngingsah Beras, Negtegang lan Ngunggahang Sunari.
Foto 3:
Beras 4 warna, usai ditata, ditempatkan di Bale Panegtegan Suci Pura Agung Besakih.
Foto 4:
Suasana persembahyangan saat upacara Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha di Pura Dalem Puri dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Putra Tembau dan Ida Pedana Gede Nyoman Jelantik Dwaja.
Foto 5 dan 6:
Suasana saat perwakilan Desa Pakraman dari pelosok Bali Nunas Tirta Panglukatan lan Pamarisudha di Pura Dalem Puri Besakih.
.

Selasa, 24 Februari 2009

Panca Bali Krama, Bangun Keharmonisan Jagat

Selasa, 24 Februari 2009 BP
Panca Bali Krama
Menegakkan Nilai Kesucian, Bangun Keharmonisan Jagat

Pada Rabu Pahing Wuku Kuningan, 25 Maret 2009 mendatang --tepat pada Tilem Caitra/Kasanga -- umat Hindu kembali menyelenggarakan upacara Tawur Panca Bali Krama di Pura Besakih. Karya ini digelar setiap 10 tahun sekali, yaitu pada Tilem Caitra/Kasanga ketika tahun Saka berakhir dengan 0 atau rah windhu.
Apa makna upacara ini? KETUA Sabha Walaka PHDI Pusat Ketut Wiana mengatakan, dalam Lontar Raja Purana, tawur agung yang diselenggarakan setiap 10 tahun itu disebut Panca Bali Krama, sedangkan dalam lontar yang lain disebut Panca Wali Krama. Inti dari tawur tersebut adalah caru. Caru dalam kitab Samhita Swara berarti 'cantik' yakni mengharmoniskan kembali. Dalam konteks ini, alam mesti diharmoniskan (butha hita), termasuk sesama individu umat (jana hita) menuju keharmonisan bersama (jagat hita). 'Tawur agung Panca Bali Krama ini pada esensinya dalah upaya menuju hal-hal yang harmonis. Misalnya alam yang rusak mesti diperbaiki atau dilestarikan, hubungan sesama lebih diharmoniskan dan sebagainya. Jadi, tawur agung ini merupakan momen untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai sistem kehidupan menuju yang harmonis. Atau mengingatkan umat kepada upaya penegakan aspek kehidupan,' ujar Wiana yang dosen IHDN Denpasar ini.
Dalam hal ini pula, lanjut Wiana, umat perlu menerapkan konsep Tri Kona -- Utpeti, Stiti, Pralina -- yang lebih tajam. Artinya, perlu menciptakan (utpeti) sesuatu yang diperlukan, memelihara (stiti) hal-hal yang sesuai dengan keperluan zaman dan meninggalkan (pralina) sesuatu atau tradisi yang tidak cocok lagi dengan semangat zaman dalam rangka menegakkan Weda. 'Weda itu sanatana dharma, kandungannya kekal abadi. Tetapi penerapannya notana, selalu diremajakan sesuai dengan perkembangan zaman,' katanya.
Saat Terpilih
Sementara itu, Bali TV dalam program acara 'Pablibagan' yang ditayangkan Senin (23/2) kemarin juga mengangkat topik Karya Agung Panca Bali Krama dan Batara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih 2009. Acara yang dipandu IB Putu Ardika itu menampilkan IBG Agastia, I Gede Marayana, Drs. I Putu Suwena, S.H. dan Drs. IGM Ngurah, M.Si. sebagai narasumber. Pada kesempatan itu, sastrawan yang juga tokoh agama IBG Agastia mengatakan sistem upacara umat Hindu di Bali terutama upacara-upacara besar seperti Panca Bali Krama, Eka Dasa Rudra dan yang lainnya diselenggarakan pada saat terpilih dan juga tempat yang terpilih. Ketika matahari dan bulan tepat di atas khatulistiwa -- garis yang membelah bumi -- itulah waktu yang dipilih untuk melaksanakan Karya Agung Panca Bali Krama (dilaksanakan 10 tahun sekali) maupun Eka Dasa Rudra (100 tahun sekali). Karya Agung ini dimaksudkan untuk mengharmoniskan segala unsur yang membangun jagat raya yang disebut Panca Mahabhuta dan Panca Tanmatra. Sehari setelah upacara besar itu umat Hindu memasuki tahun baru Saka.
Upacara agung seperti Panca Bali Krama dan Eka Dasa Rudra, katanya, pada hakikatnya dimaksudkan untuk menegakkan nilai-nilai kesucian, lalu membangun keharmonisan jagat yang disebut jagat hita, bhuta hita, sarwa prani hita. Semua hal itu diharapkan memberikan kerahayuan kepada manusia yang menempati bumi ini. Semoga isi jagat raya (sarwa prani) memberikan prana atau energi kerahayuan pada manusia dan seisi alam. 'Jadi, ada landasasn filosofi atau tatwa yang mendasari upacara ini. Landasannya menyangkut konsep Panca Mahabhuta, Panca Tanmatra, Panca Brahma, Panca Giri dan Panca Indria,' katanya.
Astronom I Gede Marayana menambahkan, upacara Panca Bali Krama merupakan upacara Bhuta Yadnya, salah satu dari Panca Mahayadnya -- Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Tujuannya adalah untuk mencapai bhuta hita atau jagat hita -- keharmonisan kehidupan makhluk dan jagat raya ini (sarwa prani hita). Suatu keistimewaan dalam palaksanaan Panca Bali Krama saat ini yakni waktunya terangkai dengan hari raya Galungan dan Kuningan, bertemu dalam sasih Kasanga. Karena itu, lanjut Marayana, generasi umat Hindu Bali-Nusantara patut bersyukur dapat ikut serta melaksanakan upacara Tawur Agung Panca Bali Krama, karya yang sedemikian 'langka' karena pelaksanaannya secara periodik dalam kurun waktu tertentu -- sepuluh tahun sekali.
Sepatutnyalah yasa-kerti yang dilakoni umat benar-benar nekeng-tuwas, menyatukan idep, sabda dan bayu, dalam menyukseskan karya tersebut. Sementara itu, Suwena mengatakan Karya Agung Panca Bali Krama jatuh pada 25 Maret 2009 yang dilanjutkan dengan prosesi Batara Turun Kabeh pada 9 April. Pada kesempatan itu, Suwena juga mengingatkan masyarakat bahwa setelah tanggal 20 Februari tidak diperkenankan melakukan upacara pengabenan, termasuk makinsan ring gni. Apabila setelah itu ada umat yang meninggal, jenazahnya dikubur secepatnya. Itu pun dilakukan malam hari atau setelah matahari terbenam. Apabila hal itu menimpa sulinggih seperti Ida Pedanda, Sri Empu termasuk pemangku, agar dilakukan dengan nyekah di rumah sesuai dresta masing-masing. 'Dari 20 Februari hingga 27 April 2007 tidak boleh ada upacara pengabenan atau pembakaran mayat,' katanya. (lun/ian)
Sumber: BaliPost, 24 Februari 2009
Rabu Besok, 'Nuwasen Karya'dan 'Nunas Tirta Pangandeg'
RABU (25/2) besok akan dilangsungkan upacara Nuwasen Karya dan Nunas Tirta Pangandeg dan Pamarisudha di Pura Dalem Puri, Besakih. Tirta itu akan dibagikan kepada seluruh umat Hindu, khususnya yang ada di daerah Bali.
Adapun tata caranya: pukul 10.00 wita utusan dari desa pakraman, kecamatan, kota/kabupaten se-Bali tangkil ke Pura Dalem Puri, Besakih dengan membawa upakara berupa peras pejati, canang sari dan segehan, lengkap dengan dua bumbung bambu sebagai tempat tirta.
Sebagai tempat Tirta Pangandeg, dihias dengan daun andong, kain putih kuning, andel-andel (berisi tulisan Tirta Pangandeg). Sedangkan untuk tempat Tirta Pamarisudha, dihias dengan daun andong, kain putih kuning, andel-andel dan tedung (berisi tulisan Tirta Pamarisudha).
Setelah tiba di tempat masing-masing, tirta di-pendak dengan segehan, kemudian di-linggih-kan di Pura Dalem. Tirta dapat dicampur dengan air bersih agar semua krama dapat tirta.
Semua krama yang ada di wilayah masing-masing mohon Tirta Pamarisudha ke Pura Dalem dengan mengaturkan canang sari, kemudian dipercikkan di sanggah/mrajan, pekarangan rumah dan semua keluarga.Bagi yang memiliki jenazah yang belum diaben, agar memercikkan Tirta Pangandeg tersebut di setra/tempat jenazah dikubur, dengan terlebih dahulu mengaturkan upakara di Pura Dalem dan Prajapati, mengaturkan sodan putih kuning dan canang sari, dengan permohonan agar Batara Dalem dan Prajapati berkenan menganugerahkan kesucian dan pamarisudha, sehingga tidak menodai kesucian karya yang akan dilaksanakan.
Sementara di setra/tempat jenazah dikuburkan mengaturkan tipat pesor, nasi angkeb, pangkonan putih kuning asagi. Dengan permohonan agar sang pitara tidak mengganggu jalannya upacara yang akan dilaksanakan. Batas waktu nyiratang Tirta Pamarisudha paling lambat dilaksanakan tanggal 28 Februari 2009. (08)
Sumber: Bali Post, 24 Februari 2009

Ratusan Masyarakat Bali Ngayah di Besakih

Selasa, 24 Februari 2009 BP
Ratusan Masyarakat Bali 'Ngayah' di Besakih
Pasutri Rumania tak Ketinggalan
Amlapura (Bali Post) –
Sekitar 400 orang lebih masyarakat Bali terlibat dalam acara Ngayah Sareng di Pura Besakih, Karangasem, Senin (23/2) kemarin, terkait upacara Panca Bali Krama. Mereka terdiri atas karyawan dan manajeman dari 26 hotel, berbaur dengan Kelompok Media Bali Post (KMB). Kegiatan berupa bersih-bersih di areal Pura Besakih, pengobatan gratis, serta penyerahan bantuan uang tunai dan bahan pelengkap upacara seperti beras, kain, dan dupa.
Sebelum acara dimulai, dilakukan persembahyangan di Pasraman Bali di Besakih dan di Pura Penataran Agung Besakih. Masyarakat yang terlibat ngayah antusias dengan beragam peralatannya masing-masing. Bahkan, ada yang melengkapi diri dengan vacum cleaner maupun mesin pemotong rumput. Tak ketinggalan, pasangan suami istri (pasutri) warga negara asing (WNA) asal Rumania, Mr. Detlev Nath dan Christiane, yang sudah 18 kali datang ke Bali.
Pasutri yang menginap di Hotel Kamandalu Ubud tersebut juga mengenakan kain dan membawa alat capit yang disediakan hotel tempatnya menginap. Mereka ikut membersihkan areal Wantilan Besakih dengan memungut sisa sampah dengan capit berbahan bambu tersebut.
Detlev Nath didampingi Guest Activities Manager Hotel Kamandalu, Dewa Gede Subawa, mengaku senang bisa ikut ngayah di Besakih. Detlev dan istrinya mengaku tak terganggu karena harus bangun pagi-pagi dan ikut rombongan ke Besakih atas ajakan pihak hotel. Justru, mereka berbahagia diberikan kesempatan mendapatkan pengalaman baru, karena setiap pura di Bali mempunyai keunikan tersendiri yang tak habis untuk dijelajahi. Dia mengaku terkesan dengan pakaian Bali dan sudah mempunyai banyak koleksinya.
Sementara 26 karyawan hotel di Bali yang hadir kemarin, sebagian dari anggota Tri Hita Karana (THK) yang beranggotakan 800 hotel di Bali. Pertisipan dari 26 hotel tersebut adalah Alam Kulkul Resort, Bali Tropic Resort, Four Season Resort, Four Season Sayan Ubud, Gran Istana Rama, Griya Santrian Hotel, maupun Inna Grand Bali Beach. Menyusul Melia Bali Villas & Spa Resort, Nusa Dua Beach Hotel, Puri Lumbung Cottage, Risata Bali Resort, The Laguna Resort & Spa, Villa Kubu Seminyak, Waka Di Ume Resort & Spa, Inna Kuta Beach Hotel, Alila Manggis, Anantara Seminyak Hotel, Nusa Lembongan Resort, Sofitel Seminyak, Warwick Ibah Luxury Villas & Spa, The Ritz Carlton, Mercure Sanur, Harris Resort Kuta, Kamandalu Resort & Spa, Melia Benoa, dan The Patra Bali.
Sementara untuk kegiatan pengobatan gratis di Pasraman Bali, didukung oleh Melia Bali Villas & Spa Resort. Ada tiga tenaga kesehatan yang dilibatkan yaitu dr. Gosen Partama yang praktik di Surya Husadha Nusa Dua dan dua perawat dari Melia Bali yaitu Made Suartini dan Debby. Pelayanan yang diberikan berupa pengukuran tensi, pengukuran berat badan, serta konsultasi kesehatan dan pengobatan jika diperlukan.
Sejumlah karyawan hotel yang hadir spontanitas menyumbangkan uang dari kantong masing-masing. Setelah digabung, dari satu hotel jumlahnya berkisar antara Rp 1 juta- Rp 2 juta. Demikian juga para karyawan hotel menyumbangkan kelengkapan pendukung upacara seperti kain dan beras. (kmb)
Sumber: Bali Post, 24 Februari 2009

BNI 46 Ngayah di Pura Besakih

Selasa, 24 Februari 2009 BP

BNI 46 KCU Denpasar dan Renon 'Ngayah' di Pura Besakih
Karangasem (Bali Post) –
Karya Agung Panca Bali Krama dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali, yaitu pada Tilem Caitra (Tilem Kasanga) ketika tahun Saka berakhir dengan nol (Rah Windu). Upacara untuk tahun Saka 1930 ini akan jatuh pada hari Rabu Paing Kuningan, 25 Maret 2009.
Karya Agung Panca Bali Krama pada intinya adalah pelaksanaan dari Bhuta Yadnya dan Dewa Yadnya yang bermakna untuk menyucikan alam semesta menuju tatanan yang harmoni.
Sebagai wujud kepedulian masyarakat perbankan terhadap masalah-masalah spiritual, untuk menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, pada Sabtu, 20 Februari 2009, dipimpin langsung oleh Pemimpin Cabang Denpasar (I Nyoman Mudiastra) dan Pemimpin Cabang Renon (I Wayan Sumertha), sekitar 105 orang karyawan dan karyawati BNI 46 KCU Denpasar dan Renon yang beragama Hindu di bawah naungan Bapehind melaksanakan kegiatan ngayah bersama di Pura Besakih.
Selesai melaksanakan sembahyang bersama, kegiatan ngayah diawali dengan pembersihan di sekitar areal pura dengan menggunakan peralatan sapu dan sabit serta peralatan lainnya yang sudah disiapkan oleh masing-masing pangayah. Kegiatan selanjutnya dibagi dua tugas. Bagi pangayah laki-laki mengerjakan tugas membuat klakat untuk keperluan upacara dari bambu. Sedangkan bagi pangayah perempuan mengerjakan tugas membuat jajan untuk sesajen dan membuat canang.
Pada kesempatan tersebut, BNI KCU Denpasar dan Renon menyerahkan pula dana punia berupa kopi dan beras serta uang tunai sebesar Rp 2.010.000 yang diterima langsung oleh panitia pelaksana upacara. (r/*)
Sumber: Bali Post, 24 Februari 2009

Telkom dan Bali Post "Ngayah" di Besakih

Senin, 23 Februari 2009 BP
Ngaturang Ayah di Besakih
Kandatel Serahkan Telepon untuk Pemangku dan Panitia
KEGIATAN ngaturang ayah di Besakih, Minggu (22/2) kemarin, diisi berbagai kegiatan. Selain bersih-bersih, ngulat kelakat dan pengobatan gratis, juga dilakukan penanaman pohon, penyerahan tong sampah dan bantuan telepon Flexi. Untuk telepon diserahan kepada pamangku, prajuru adat serta Panitia Karya Panca Bali Krama. Mereka yang ngaturang ayah di antaranya karyawan Telkom se-Bali, karyawan Kelompok Media Bali Post dan karyawan sejumlah perusahaan swasta di Bali. Selain menyerahkan dana punia dan tong sampah, juga diserahkan 25 buah pesawat telepon Flexi kepada pemangku, perbekel, bendesa, klian adat dan Camat Rendang, Karangasem. Juga diserahkan satu unit fix phone Flexi. Untuk pemangku, ditanggung pulsa Flexi hingga puncak karya berakhir. Selain itu juga dilakukan penanaman 50 bibit pohon cempaka di kawasan Pura Besakih serta penyerahan 20 buah tempat sampah.
Penyerahan dana punia, pesawat telepon, tong sampah berlangsung di Wantilan Pura Besakih. Acara itu dihadiri General Manager (GM) Kandatel Bali Gede Negara, Deputi GM Kandatel Bali Machsus Kusuma Apriyono bersama pimpinan cabang Telkom se-Bali. Juga hadir Pimpinan KMB Satria Naradha, para pemangku, perwakilan camat serta prajuru dan karyawan Telkom se-Bali. Gede Negara menyebutkan, ngayah ke Pura-pura yang melaksanakan karya merupakan kegiatan rutin suka-duka Telkom Bali, termasuk ngayah di Pura Besakih. Ia berharap bantuan yang diberikan bermanfaat bagi pelaksanaan Karya Panca Bali Krama dan Batara Turun Kabeh di Pura Besakih.
Bendesa Adat Besakih Wayan Gunatra menyampaikan penghargaan sedalam-dalamnya kepada Telkom dan Pimpinan KMB atas perhatian yang besar terhadap lancarnya pelaksanaan Karya Panca Bali Krama dan Batara Turun Kabeh. Hal sama juga disampaikan Camat Rendang diwakili Kasi Pelayanan Umum Ni Wayan Suasti. Diharapkan kepada individu, kelompok ataupun lembaga yang berencana ngaturang ayah di Pura Besakih berkoordinasi dengan panitia karya. Mengingat, rangkaian karya masih panjang dan masih banyak hal yang dikerjakan.
Pengobatan Gratis
Selain bersih-bersih dan membantu pembuatan sarana upacara, pelayanan kesehatan gratis untuk pemangku, prajuru, pangayah dan warga sekitar juga terus berlangsung di Pasraman Besakih. Dokter, paramedis dan perawat dari sejumlah rumah sakit juga terus berdatangan ngaturang ayah melayani kesehatan masyarakat di Pasraman Besakih. Minggu (22/2) kemarin, tercatat 12 dokter dan perawat melayani kesehatan masyarakat sejak pukul 09.00 wita hingga pukul 12.00 wita. Di antaranya dr. I Made Artawa, dr. Nyoman Sindhu Adi Putra, dr. Arie Purwana dan dr. AAA Laksmi Dewi Rudiani, Gusti Ngurah Anom Wiranegara, I Nyoman Darma Wiyasa, Ni Putu Resiki, Komang Ayu Mustriwati, Ni Made Oka Rusmini dan Made Mahardika (dokter dan perawat RS Sanglah) serta Putu Wiwik Wijayanti dan Ni Made Linda Sintya Dewi (perawat BIMC). Mereka datang secara sukarela atas nama pribadi dalam rangka turut mendukung program KMB. Sementara obat-obatan dibantu pembaca Bali Post serta dilayani dua asisten apoteker KKB.
Sebagaimana pelayanan kesehatan yang dilakukan sebelumnya, kemarin Pasraman Besakih juga masih dipenuhi masyarakat dari usia balita hingga usia lanjut yang ingin memeriksakan kesehatannya. Sedikitnya 120 masyarakat mendatangi Pasraman Besakih. Mereka di antaranya menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bagi anak balita, kesemutan, rematik, penyakit kulit, gatal-gatal (scabies), tekanan darah rendah/tinggi.
Dr. Arie Purwana yang menangani balita menyebutkan, banyaknya balita penderita ISPA disebabkan cepatnya penyebaran virus dan bakteri di rumah-rumah warga di Besakih dan sekitarnya. Hal itu akibat faktor lingkungan yang kurang bersih. Sementara itu, dr. AAA Laksmi Dewi Rudiani yang menangani kulit dan kelamin menyebutkan pentingnya penyediaan obat scabies bagi warga masyarakat sekitar. Mengingat, pola hidup masyarakat dan lingkungan, menyebabkan penyakit gatal-gatal bagi masyarakat yang penularannya sangat cepat.
Sebagai ucapan terima kasih bagi para dokter dan perawat yang sukarela membantu melayani kesehatan masyarakat, Satria Naradha menyerahkan penghargaan berupa sertifikat.

Sumber: Bali Post, 23 Februari 2009

Ngayah dan Pelayanan Kesehatan

Minggu, 22 Februari 2009 BP
Ngaturang Ayah di Pura Besakih
Selain Bersih-bersih juga Ngulat Klakat

Amlapura (Bali Post) -
Umat Hindu tetap antusias ngayah di Pura Besakih serangkaian upacara Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh. Sabtu (21/2) kemarin, ratusan umat Hindu termasuk 90 karyawan BNI Cabang Renon dan BNI Cabang Denpasar ikut ngayah melakukan bersihbersih di halaman Pura Penataran Agung sampai halaman depan Wantilan Pura Besakih.
Sebelumnya, umat melakukan persembahyangan di Pura Batumadeg dan Penataran Agung. Mereka juga ikut membantu membuat alat-alat upacara seperti eteh-eteh banten, nanding daksina dan ngulat klakat. Sementara pelayanan kesehatan di Pasraman Besakih dimanfaatkan oleh warga sekitar Besakih. Pelayanan kesehatan gratis dilayani oleh delapan dokter dari RS Manuaba dan dua dokter dari RS Surya Husada. Dari RS Manuaba antara lain dr. Suartawan, dr. Ida Ayu Chandranita, Sp.Og, dr. Ahadia Yumi, Sp.Og, dr. Ida Bagus Surya Putra, Sp. THT, Drg. Widianing, dr. Gd Ngurah Buana, M.Kes., dr. Ida Ayu Pramahamsa, dr. John Risnawan. Sedangkan dari RS Surya Husada adalah dr. Harry Susantha dan dr. Made Januarbawa.
Para dokter yang ingin ngayah di Besakih disarankan tak perlu membawa meja, obat dan apoteker, karena sudah disiapkan semuanya di Pasraman Besakih. Selain dokter tersebut, pelayanan kesehatan gratis dibantu dua apoteker dari Koperasi Krama Bali. Atas partisipasi dan kerja sama para dokter tersebut, penangung jawab Bali Post Satria Naradha menyerahkan tanda penghargaan sebagai bentuk dukungan terhadap pengobatan gratis tersebut. Ni Putu Linda Laksmiani, salah satu apoteker KKB usai pelayanan pengobatan gratis menyatakan obat yang paling banyak direkomendasi dokter adalah obat untuk rematik, nyeri, gatal-gatal, rabun, sampai hipertensi. Selain manula, mereka yang memanfaatkan pengobatan gratis juga balita dan remaja. (029)
Sumber: Bali Post, 22 Februari 2009

Perdiknas "Ngaturang Ayah"

Sabtu, 21 Februari 2009 BP
Perdiknas Bantu Tong Sampah
Umat Ngaturang Ayah ke Besakih Kian Banyak
Amlapura (Bali Post) -
Sejak diluncurkannya program 'Ngiring Sareng Ngayah ke Besakih bersama Bali TV' serangkaian Karya Panca Bali Krama, Jro Bendesa Pakraman Besakih, Wayan Gunatra, mengatakan umat Hindu makin banyak yang ngaturang ayah ke Pura Besakih. Bahkan, gelombang umat ngayah datang hampir setiap hari. Jumat (20/2) kemarin, rombongan Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) Denpasar yang berkekuatan 70 orang ngarurang ayah bersama-sama, sekaligus menyerahkan lima tong sampah yang diterima Bendesa Pakraman Besakih Wayan Gunatra.
Rombongan dipimpin Pendiri Utama Perdiknas Drs. Ketut Sambereg, M.M. dan Ketua Perdiknas AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H., M.M. Kegiatan tersebut juga diisi dengan kunjungan ke Pasraman Besakih, persembahyangan bersama, dan ngayah bersih-bersih di Pura Penataran Agung Besakih. Ikut dalam rombongan Kepala SMA Nasional Drs. Nyoman Singgih, Wakil SMP Nasional A.A. Suciati, Wakasek SMK TI Nasional Drs. Nyoman Sudana, dan Wakil Undiknas Putu Suparna (Bagian Kemahasiswaan). Penglingsir Perdiknas, Ketut Sambereg, mengungkapkan lima tong sampah yang diserahkan merupakan perwakilan dari Perdiknas dan empat lembaga yang dikelola yakni Undiknas, SMA, SMP, dan SMK TI Nasional.
"Mereka ini, sekalipun sibuk dalam keseharian harus dibudayakan ngayah ketika ada upacara besar Agama Hindu. Ini juga bagian dari upaya mengasah kepekaan sosial SDM di lingkungan Perdiknas," katanya.
AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda menambahkan jajaran Perdiknas akan secara rutin ngaturang ayah ke Pura Besakih selama Karya Panca Bali Krama. Selain untuk meningkatkan sradha lan bhakti, juga sebagai bentuk menjaga kearifan lokal dalam dunia pendidikan. Makanya, ia akan mengajak siswa kelas III di SMP dan SMA Nasional ikut nyanggra karya ini. Ia menilai, selama ini pemahaman sradha di tingkat anak muda masih kurang dibandingkan kesemarakan mereka dalam menjalani kehidupan beragama. Di sinilah perlunya PHDI turun ke remaja untuk memberi
pencerahan spiritual.
Tirtha Pengandeg
Rangkaian penting Karya Panca Bali Krama, pada 25 Februari nanti nunas tirtha pamarisudha dan tirtha pengandeg. Menurut Jro Bendesa Pakraman Besakih Wayan Gunatra, upacara ini dipusatkan di Pura Dalem Puri sekitar pukul 10.00 wita. Upacara ini dihadiri perwakilan pemkot/pemkab se-Bali untuk selanjutnya menyebarkan tirtha ini ke krama Hindu di setiap perumahan. Sedangkan pada Sabtu (21/2) dan Minggu (22/2) mulai dilakukan nanceb tetaring dan pembuatan dapur umum. (025)
Sumber: Bali Post, 21 Februari 2009

Kampanye dan Karya Panca Bali Krama

Kamis, 19 Februari 2009 BP
Besar, Peran Nilai Budaya Dalam Menjaga Keamanan
UMAT Hindu diharapkan dapat melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara dengan sebaik-baiknya, khususnya dalam rangka menghadapi rangkaian hari raya Galungan, Kuningan dan Nyepi yang bersamaan pelaksanaannya dengan masa kampanye pemilu 2009. Hal tersebut menjadi bahasan utama pertemuan IBG. Agastia anggota DPD RI dengan Kapolda Bali, Irjen. Pol. Drs. T. Ashikin Husien, Selasa (17/2) yang lalu.
Pelaksanaan kampanye pemilu hendaknya tidak mengganggu pelaksanaan upacara bagi umat Hindu, sehingga diperlukan pengaturan jadwal dengan tepat. Malah pada hari-hari tertentu seperti saat upacara melasti, Penampahan Galungan, Galungan, Kuningan, puncak Karya Agung Panca Bali Krama diharapkan tidak ada jadwal kampanye dengan pengerahan massa. Diingatkan pula, pada hari Umanis Kuningan ada upacara di beberapa Pura utama di Bali yang banyak dikunjungi oleh umat Hindu dari seluruh Bali.
Kapolda Bali menyatakan akan melakukan pengamanan dengan sebaik-baiknya sehingga umat Hindu dapat melaksanakan ibadah agamanya, antara lain akan mengatur pelaksanaan kampanye tersebut. Jajaran Polda Bali telah mengindentifikasi dan mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat terjadi akibat waktu yang bersamaan tersebut.
Dalam pembicaraan yang berlangsung lebih dari satu jam itu banyak dibahas tentang ketahanan sosial budaya Bali. Kapolda menyampaikan bahwa Bali dilanda pula oleh berbagai penyakit sosial (patologi sosial), sebagai akibat mobilitas penduduk dan juga aktivitas kepariwisataan. Oleh karena itu Kapolda sepakat bagi pentingnya ketahanan budaya Bali untuk menghadapi berbagai perkembangan yang terjadi, termasuk keterbukaan Bali itu sendiri. Bali hendaknya terus menegakkan nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral dan nilainilai keindahan. Modal Bali untuk masa depan adalah pada nilai-nilai tersebut, termasuk bagi kepentingan keamanan Bali itu sendiri.
Di sisi lain IBG. Agastia juga meminta jajaran Polda Bali untuk menaruh perhatian lebih besar bagi peredaran narkoba dan obat-obat terlarang khususnya bagi generasi muda. Kita hendaknya jangan membiarkan generasi muda terjerembab ke dalam kubangan penyakit sosial tersebut, sehingga mereka kehilangan masa depan, dan kita semua kehilangan kader-kader bangsa yang berkualitas. Untuk itu harus ada pengawasan yang ketat pada penyebarannya, termasuk pengawasan pada tersebarnya berbagai tempat tinggal tanpa izin seperti bungalo dan vila di pedesaan, termasuk tersebarnya kafe dan tempat hiburan malam. (r/*)
Sumber Bali Post 19 Februari 2009

Sabtu, 21 Februari 2009

Ngenteg Linggih Pura Manik Mas Besakih


Karya Ngenteg Linggih Pura Manik Mas Besakih, 21 Februari 2009.
Puncak dari seluruh rangkaian Karya Pamelaspas, Mendem Pedagingan lan Ngenteg Linggih ring Pura Manik Mas, Besakih diselenggarakan hari ini Sabtu 21 Februari 2009 sejak jam 09.00 hingga jam 13.00 wita dengan rangkaian utama pemujaan berupa upacara Pangenteg Linggih.
Upacara Pangenteg Linggih hari ini dipilah dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama berupa pemujaan Pangenteg Linggih di natar jeroan Pura Manik Mas, selanjutnya dirangkai dengan ritual Ida Bhatara Tedun ke Paselang juga di natar Jeroan lalu ditutup dengan upacara Pedanan di Jaba Tengah. Puncak upacara pemujaan Pangenteg Linggih dipimpin oleh 2 orang sulinggih yang memuja dari Bale Pawedan, yaitu Ida Pedanda Rai Timbul dari Griya Kawi Sunya, Mendoyo, Jembrana dan Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Duaja dari Griya Jelantik Budakeling. Upacara Ida Bhatara Tedun ke Paselang dipimpin oleh 2 orang sulinggih yang memuja di Bale Pawedaan Paselang, yaitu Ida Pedanda Gede Purwa Gautama dari Griya Wanasari, Sidemen, Karangasem dan Ida Pedanda Wayahan Tianyar dari Griya Menara, Sidemen. Upacara Pedanan dipimpin oleh seorang sulinggih yang memuja dari Bale Pawedaan Pedanan di Jaba Tengah Pura Manik Mas, yaitu Ida Pedanda Rai Pidada dari Griya Sengguan, Klungkung.
Pada tiga rangkaian pemujaan puncak upacara Pangenteg Linggih ini dilakukan 2 kali persembahyangan, saat Pangenteg Linggih dan saat Tedun ke Paselang. Persembahyangan diikuti oleh para Jro Mangku Pura Agung Besakih, pemaksan Ulun Kulkul, warga Hindu dan jajaran Pemkab Jembrana, perwakilan Pemprov. Bali, Pemkab dan Pemkot di Bali, dan pamedek lainnya yang hadir di Besakih saat itu.
Secara ringkas, makna yang terkandung dalam rangkaian Pangenteg Linggih berikut Tedun ke Paselang dan Pedanan adalah ungkapan terima kasih dan pernyataan spiritual perihal tuntasnya seluruh kegiatan pemugaran pura dan sejak saat Pangenteg Linggih ini Pura Manik Mas dinyatakan telah berfungsi kembali seperti semula. Ritual Ida Bhatara Tedun ke Paselang dan Pedanan dipandang patut dilaksanakan sebagai satu rangkaian pada upacara Pangenteg Linggih tingkat Utama dimaknai sebagai pelimpahan kesejahteraan dari Ida Hyang Widhi kepada umat manusia. Tedun ke Paselang diartikan turun ke dunia menciptakan kesuburan (di Bale Paselang terdapat simbol purusa-pradana atau Semara-Ratih lalu pralingga Ida Bhatara diiringkan nodya, menyaksikan Mapedanan atau melimpahkan kesejahteraan (dana) di Jaba Tengah Pura Manik Mas. Sebagai pertanda pelaksanaan Pengenteg Linggih tingkat Utama, pada upacara pagi tadi diiringi pula oleh wewalen berupa Topeng, Wayang Lemah dan Gegitan.
Cuaca cerah ketika upacara berlangsung berganti guyuran hujan lebat usai ngalinggihang pralingga Ida Bhatara setelah seluruh rangkaian upacara selesai.
.
Foto 1 (foto sulinggih, dari atas ke bawah):
Ida Pedanda Rai Pidada dari Griya Sengguan, Klungkung, memimpin upacara Pedanan. Ida Pedanda Gede Purwa Gautama dari Griya Wanasari, Sidemen dan Ida Pedanda Wayahan Tianyar dari Griya Menara Sidemen memimpin upacara Tedun ke Paselang. Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Duaja dari Griya Jelantik, Budakeling (latar belakang) dan Ida Pedanda Rai Timbul dari Griya Kawi Sunya, Mendoyo, Jembrana (latar depan).
Foto 2:
Prosesi Nedunang pralingga Ida Bhatara sebagai awal rangkaian Ida Bhatara Tedun ke Paselang.
Foto 3:
Muspa (persembahyangan dilakukan 2 kali, saat Pangenteg Linggih dan Tedun ke Paselang.
Foto 4:
Prosesi Ida Bhatara nodya Pedanan dari Candi Bentar natar jeroan ke Jaba Tengah Pura Manik Mas Besakih.
Foto 5:
Usai seluruh rangkaian upacara, pralingga Ida Bhatara kembali kaliggihang (ditempatkan) di palinggih pengaruman.

Jumat, 20 Februari 2009

Mapepada Ngenteg Linggih Pura Manik Mas Besakih




Mapepada Pura Manik Mas Besakih, 20 Februari 2009.
Kamis 20 Februari 2009, pagi tadi sejak jam 10.20 hingga jan 11.30 wita, sehari sebelum puncak Karya Ngeteg Linggih di Pura Manik Mas Besakih, diselenggarakan upacara Mapepada. Pelaksanaan upacara Mapepada ini tidak berbeda dengan tata cara ritual Mapepada Tawur yang dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2009 lalu yaitu pemujaan oleh Sulinggih, murwa daksina wewalungan dan malepas prani (nuwek) wewalungan. Perbedaannya hanyalah pada pemakaian jenis wewalungan yang pada Mapepada Ngenteg Linggih pagi tadi menggunakan wewalungan (binatang) yang tingkatannya lebih tinggi yaitu 2 ekor kerbau (pada Mapepada Tawur 15 Februari yang lalu menggunakan kambing).
Upacara Mapepada Ngenteg Linggih ini dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Purwa Gautama dari Griya Wanasari, Sidemen, Karangasem. Pelaksanaan Mapepada ini dilaksanakan oleh pemaksan Ulun Kulkul selaku pangempon diikuti pula oleh perwakilan Pemkab Jembrana yang juga berperan selaku pangemong Pura Manik Mas.
.
Usai upacara Mapepada, di natar jeroan Pura Manik Mas dilakukan ritual membuat Bagia Pulakerti diawali oleh Ida Pedanda Gede Purwa Gautama (nasarin bagia) kemudian dilanjutkan oleh pangayah-pengayah tukang banten. Bagia Pulakerthi adalah sarana upakara berbentuk gunungan ditampung dalam satu wadah (bakul) besar berisi berbagai jenis hasil bumi dan unsur alam, antara lain pala gembal, pala gantung, pala rambat, dan pala bungkah, 9 jenis buah kelapa yang melambangkan pangider bhuwana (8 arah penjuru angin dan 1 di tengah) serta unsur-unsur flora lainnya yang mewakili unsur-unsur alam. Bagia Pulakerthi dibuat 2 buah melambangkan purusa-pradhana atau laki-perempuan sebagai representasi unsur kelahiran dan kesuburan. Pada saat Panyineban nanti (akhir rangkaian upacara 26 Februari 2009) upakara Bagia Pulakerthi ini akan di-pendem (ditanam di natar pura sebagai simbol pelestarian dan pengembalian unsur-unsur alam sebagai sumber kehidupan bumi.
.
.
Foto 1: Ida Pedanda Gede Purwa Gautama dari Griya Wanasari, Sidemen, Karangasem, melakukan pemujaan upacara Mapepada Ngenteg Linggih Pura Manik Mas Besakih.
Foto 2: Jro Mangku membawa penuntunan saat prosesi murwa daksina, 3 kali mengelilingi areal pura searah jarum jam (purwa-daksina).
Foto 3: Senjata pangider berbentuk Cakra berwarna merah (tembaga) sebagai pijakan wewalungan di arah selatan (brahma - merah) saat murwa daksina.
Foto 4: Prosesi malepas prani (nuwek - pralina) dilakukan oleh Jro Gede Pande dan pengayah dengan menyentuhkan ujung tombak ke tubuh wewalungan (binatang/kerbau) pertanda wewalungan itu sudah pralina.
Foto 5: Ida Pedanda Gede Purwa Gautama saat melakukan prosesi nasarin Bagia sebagai awal pembuatan upakara Bagia Pulakerthi.
Foto 6: Pemasangan orti di puncak bagia menandakan Bagia Pulakerthi telah selesai dibuat.

Kamis, 19 Februari 2009

Melasti Pura Manik Mas, 19 Februari 2009


Melasti ke Toya Esah Pura Manik Mas Besakih, 19 Februari 2009.
Upacara Melasti terkait dengan Karya Pamelaspas, Mendem Pedagingan dan Ngenteg Linggih di Pura Manik Mas Besakih diselenggarakan pagi tadi, Rabu 19 Februari 2009, jam 10.30 wita. Palelastian dilaksanakan ke Toya Esah (daerah Rendang) ditempuh dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 10 kilometer atau 20 km pp. Cuaca yang sebelumnya agak terang tiba-tiba diguyur hujan lebat saat perjalanan baru menempuh sekitar 15 menit. Tak ayal, ratusan pengiring pelelastian basah kuyup mundut jempana Ida Bhatara Manik Mas.
Jam 11.50 wita iring-iringan palelastian tiba di lokasi melasti Toya Esah dilanjutkan dengan pemujaan upacara Melasti yang dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Manu Singaraga dari Griya Taman Sari, Sangkan Gunung, Karangasem. Upacara pelelastian diakhiri dengan persembahyangan bersama oleh seluruh pengiring kemudian meneruskan perjalanan kembali menuju Pura Manik Mas Besakih.
Berbeda dengan perjalanan dari Manik Mas ke Toya Esah yang ditempuh sekitar 1 jam 20 menit, perjalanan kembali ke Pura Manik Mas ditempuh dalam waktu lebih lama, sekitar 2 jam, karena jalan menanjak dan kelelahan akibat perjalanan sebelumnya.
Tiba di Pura Manik Mas sekitar jam 14.05 wita, iring-iringan palelastian berjajar di jaba Pura Manik Mas untuk menerima persembahan upacara pamendak (penyambutan) bersamaan dengan pamendak Ida Bhatara Tirtha Sad Kahyangan. Upacara pamendak ini juga dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Manu Singaraga yang sebelumnya memimpin upacara pemujaan Melasti di Toya Esah.
Upacara Melasti sering diartikan sebagai ritual pamarisudha atau mensucikan berbagai jenis upakara (sarana upacara) yang akan digunakan pada puncak karya agung. Terkait dengan Pura Manik Mas, karya agung tersebut adalah upacara Ngenteg Linggih yang akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 21 Februari 2009. Tafsir yang lebih dalam tentang upacara Melasti, secara simbolis, adalah melebur mala sekaligus memohon sumber kehidupan. Karena itu upacara Melasti umumnya dilaksanakan ke sumber air sungai (untuk tingkat ritual lebih kecil) atau laut (untuk tingkat ritual lebih besar).
Prosesi Melasti untuk parhyangan di kawasan Pura Agung Besakih terpilah dalam dua jenis, yaitu Melasti terkait dengan upacara Ngenteg Linggih di masing-masing Pura Pakideh (18 pakideh) dan Melasti terkait dengan upacara berkala yang dilakukan di Pura Agung Besakih mulai tingkatan Bhatara Turun Kabeh hingga Eka Dasa Rudra. Melasti terkait dengan upacara Ngenteg Linggih selalu dilaksanakan di Toya Esah sedangkan Melasti terkait upacara berkala dilaksanakan secara bergantian, di Toya Esah pada tahun ganjil dan di Tegal Suci pada tahun genap. Pada tahun ke sepuluh, upacara Melasti dilaksanakan ke Segara Klotok, Klungkung, berjalan kaki menempuh jarak sekitar 90 km pp dalam waktu 3 hari 2 malam.
.
Foto 1:
Iring-iringan pelelastian memasuki kawasan Toya Esah di wilayah Rendang.
Foto 2:
Pemangku Pura Agung Besakih sedang menata jempana dan upakara lainnya di laapan Toya Esah.
Foto 3:
Ida Pedanda Gede Manu Singaraga, dari Griya Taman Sari, Sangkan Gunung, Karangasem, Sulinggih yang memimpin ritual pemujaan Melasti.
Foto 4:
Para Pemangku muspa pada akhir ritual palelastian di Toya Esah.
Foto 5:
Upacara pamendak Ida Bhatara di jaba Pura Manik Mas, bersamaan dengan pamendak Ida Bhatara Tirtha Sad Kahyangan.

Senin, 16 Februari 2009

Tawur, Pamelaspas & Mendem Pedagingan Pura Manik Mas Besakih


Tawur, Pamelaspas dan Mendem Pedagingan Pura Manik Mas Besakih, 16 Februari 2009.
Senin 16 Februari 2009 sejak jam 09.30 wita dilangsungkan upacara Tawur, Pamelaspas dan Mendem Pedagingan di Pura Manik Mas Besakih. Upacara ini dipimpin oleh tiga orang Sulinggih (pendeta), yaitu Ida Pedanda Gede Putra Tembau (Siwa) dari Griya Aan, Klungkung, Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Duaja (Buda) dari Griya Jelantik Budakeling dan Ida Bhujangga Rsi Widyasara (Rsi Bhujangga) dari Griya Patemon Kebon Baler Bale Agung, Negara. Selain dihadiri oleh para Pemangku sajebag Pura Agung Besakih, perwakilan Pemprov. Bali, Pemkab dan Pemkot di Bali dan warga serta perwakilan Pemkab Jembrana (Wakil Bupati dan jajaran terkait) selaku pangemong, upacara itu dihadiri pula oleh warga Besakih terutama pemaksan Ulun Kulkul selaku pangempon Pura Manik Mas. Upacara diiringi pula oleh wewalen berupa topeng Pajegan, Wayang Lemah dan Gegitan.
Upacara diawali dengan pemujaan upacara Tawur oleh tiga orang Sulinggih di Bale Pawedaan dilanjutkan dengan Bhumi Sudha (pabersihan atau pasucian areal pura setelah kegiatan pemugaran) oleh Ida Pedanda Buda dan dilanjutkan dengan pemujaan Pamelaspas (peresmian secara spiritual terhadap bangunan-bangunan palinggih yang telah selesai dipugar). Rangkaian upacara setelah pamelaspas adalah Mendem Pedagingan di masing-masing palinggih dilaksanakan oleh para pemangku disertai oleh para undangan dari perwakilam Pemprov, Pemkab dan Pemkot di Bali. Kehadiran para undangan ini dipandang sebagai unsur Guru Wisesa (pemerintahan) yang secara resmi bersama-sama dengan pamedek lain mengisi fungsi sebagai manusa saksi.
Dengan terus diiringi oleh puja Sulinggih, kidung dan gamelan, unsur pedagingan diiringkan murwa daksina (3 kali berkeliling areal pura searah jarum jam) lanjut kemudian menuju bangunan palingih masing-masing untuk dilakukan prosesi mendem pada lubang yang dibuat di belakang palinggih. Seluruh rangkaian upacara berakhir pada jam 12.30 diakhiri dengan persembahyangan bersama di natar utama mandala Pura Manik Mas Besakih.
.
Foto 1:
Tiga orang Sulinggih yang melakukan pemujaan pada upacara Tawur, Pamelaspas dan Mendem Pedagingan (dari kanan) Ida Pedanda Gede Putra Tembau, Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Duaja dan Ida Bhujangga Rsi Widyasara.
Foto 2:
Meniup sunu (terompet dari kulit kerang) yang dilakukan oleh pengayah sebagai kelengkapan pemujaan oleh Ida Pedanda saat prosesi Tawur.
Foto 3:
Pedagingan diiringkan Murwa Daksina sebelum di-pendem di lubang yang dibuat di belakang masing-masing palinggih.
Foto 4:
Mendem pedagingan di belakang masing-masing palinggih dilakukan oleh para Pemangku dan unsur Guru Wisesa.
.