Sabtu, 28 Februari 2009

Kenapa Tak Boleh Ngaben

Jumat, 27 Februari 2009 BP
Panca Bali Krama
Kenapa Tak Boleh Ngaben?
SALAH satu hal yang tak boleh dilakukan umat Hindu di Bali serangkaian Panca Bali Krama adalah ngaben atau makinsan di geni sejak 21 Februari hingga 27 April 2009. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran No: 054/MDP Bali/XI/2008. Atas dasar itu pula, sejumlah warga yang meninggal pada kurun waktu tersebut akan dilakukan prosesi penguburan pada petang hari yang salah satunya dilengkapi sarana obor.
Lantas, apa yang mendasari adanya larangan melaksanakan upacara pengabenan selama rangkaian Karya Agung Panca Bali Krama tersebut?
Menurut Ketua PHDI Bali Dr. IGN Sudiana Sudiana, karya-karya agung seperti Panca Bali Krama merupakan proses penyucian alam. Karenanya, selama batas waktu tertentu dilakukan proses negtegan karya atau mapanyengker agar peristiwa-peristiwa suci bisa dipertahankan guna mendukung kesuksesan penyelenggaraan karya agung tersebut. 'Larangan melaksanakan upacara pengabenan serangkaian digelarnya karya agung itu tertuang dalam sejumlah lontar di antaranya Lontar Bhama Kertih. Jadi, larangan pengabenan itu sudah tertuang dalam sastra-sastra agama,' katanya.
Sementara itu, dosen IHDN Denpasar yang juga Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat Drs. Ketut Wiana, M.Ag. mengatakan, umat dianjurkan tidak melakukan pengabenan selama Karya Panca Bali Krama dengan maksud agar berkonsentrasi penuh pada pelaksanaan karya agung tersebut. Jadi, selama karya tersebut umat dianjurkan berkonsentrasi penuh, melaksanakan yasa kerti agar karya agung itu berjalan sukses. Sementara kegiatan upacara pitra yadnya selama karya berlangsung 'ditiadakan' untuk sementara.
Ada sejumlah sastra seperti Lontar Dangdang Bang Bungalan yang mendasari hal itu. Karena itu, kata Wiana, saat nuwasen karya umat dibagikan tirta pangrapuhan atau tirta panyengker. Tirta itu dipercikkan di setra atau Pura Prajapati dengan harapan Karya Panca Bali Krama berjalan sukses tanpa ada gangguan. Tetapi sesungguhnya, kata Wiana, tirta pangrapuhan itu diyakini memiliki kekuatan yang amat tinggi. Dengan diperciki tirta itu di setra, jenazah yang dikubur sudah dianggap bersih. (ian/lun)
Sumber: Bail Post, Jumat, 27 Februari 2009

4 komentar:

  1. Om Swastyastu, Ampura titiang metaken sapunapi yening wenten krama Hindune saking luar bali seda/padem napi dados atiwa-tiwa????, napi pateh sekadi ring Bali wantah mekinsan. yening ,makinsan bulanan sapunapi tata titine. titiang saking Balikpapan Nunas Pematut. Suksma ( Gusdwi )

    BalasHapus
  2. PANCA BALI KRAMA untuk siapa..?

    Sungguh membanggakan sradha dan bakti Umat Hindu di Bali dalam mensukseskan Tawur Agung Panca Bali Krama di Besakih. Salah satunya terejawantahkan dengan tingginya loyalitas dan ketaatan krama (Hindu) Bali terhadap "larangan" tidak melakukan ngaben atau mekingsan di geni ~ serangkaian Upacara Panca Bali Krama ~ sejak 21 Februari hingga 27 April 2009, sesuai dengan Surat Edaran Majelis Desa Pekraman Bali No.: 054/MDP Bali/XI/2008.

    Prakteknya di pekraman terhadap adanya kematian warga adalah diberlakukannya tata cara penguburan "nyilib" yaitu penguburan dilakukan pada petang hari tanpa menyuarakan kentongan.

    Sama sekali tidak ada keluhan apalagi pembangkangan Krama di seluruh Bali. Krama Bali, yang oleh suatu sebab tidak melakukan penguburan bahkan menitipkan jenazah keluarganya yang meninggal di kamar jenazah rumah sakit, sampai-sampai container penyimpanan jenazah RSUP Sanglah kepenuhan.

    Keyakinan dan ketaatan ini sungguh membanggakan kerena sepertinya semua Krama Hindu Bali ingin mensukseskan Upacara Agung dimaksud. Siapa lagi yang harus menghormati kalau bukan krama Hindu Bali.

    Namun, ..... di tengah-tengah kekhusukan menunggu detik-detik Panca Bali Krama dan semakin tingginya minat Krama Hindu Bali ngaturang ayah ke Besakih, saya tersentak dengan berita harian Bali Post edisi Jumat Kliwon, 13 Maret 2009 pada kolom Yustisia hal 3; yang memberitakan RSUP Sanglah melakukan kremasi 17 jenazah terlantar atau tanpa identitas, termasuk orok/bayi, potongan tubuh operasi dan potongan payudara titipan kepolisian, Kemis (12/3) di Mumbul, Nusa Dua.

    Pertanyaan muncul dalam benak saya: "Kock boleh ....?"

    Kalau dihubungkan dengan maksud dan tujuan Tawur Agung Panca Bali Krama adalah menyucikan alam. Kemudian larangan tidak boleh ngaben atau mekingsan di geni dilogikakan bahwa asap pembakaran akan mengotori kesucian.

    Lalu...?

    Bagaimana dengan kremasi di Mumbul....? Apa tidak berasap...? Atau apakah instalasi krematorium semacam di Mumbul kebal terhadap "larangan" MDP Bali karena berkeyakinan lain.....?

    Sejauhmana toleransi dan tanggungjawab institusi non Hindu, dalam hal ini RSUP Sanglah untuk menghormati, atau setidaknya bertoleransilah menunda "eksekusi" kremasi setelah selesainya Panca Bali Krama.

    Bagaimana menjelaskan hal ini .......?
    Siapa yang harus menjelaskan ....?

    Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru, Astuuu...!!!!!
    Gonggede.
    http://landep.blogspot.com/2009/03/panca-bali-krama-untuk-siapa.html

    BalasHapus
  3. Suksma, penjelasan sameton GongGede telah memberi gambaran jelas sekaligus pertanyaan tajam perihal "larangan ngaben". Saya, meski hanya pengayah "tukang potrek" saja, ingin juga urun rembug.
    Selain nilai filosofis agar tidak "mengotori" langit Bali, prosesi "mendem" (mengubur jenazah), "makingsan" dan "ngaben" lebih ditujukan kepada umat Hindu terkait agar tidak memperluas status "cuntaka" atau "sebel" kepada warga lain sehingga ritual untuk kematian disarankan untuk "disembunyikan", dilaksanakan pada sandyakala dan tidak menyuarakan kentongan.
    Perihal kesucian, saya meyakini akan tetap terjaga secara spiritual selama karya setelah dilaksanakan upacara Ngaku Agem, Nuwasen Karya, Ngunggahang Sunari dan Pengalang Sasih. Rangkaian upacara awal tersebut seolah menyatakan bahwa Karya Agung PBK 2009 tak akan terkena "cuntaka" atau "sebel" namun terhadap orang perorang (umat Hindu) akan tetap berlaku. Karena itu, "nyilib" dimaksudkan untuk mempersempit "cuntaka" agar umat tan kapialang melaksanakan Yasa Kerti dalam mendukung Karya Panca Bali Krama.
    Indik kasep nyawis tur kirang langkung matur, ampura. Dahat suksma.

    BalasHapus
  4. Numpang tanya, ummat yg 100%HinduBali tinggal di Jawa punya sanggah kawitan di Bali,ngaben/titip di geni di luar Bali/transmigrasi dll BAGAIMANA?
    Tolong diberi buku petunjuknnya segala sesuatu yang tidak jelas. Mohon diingat banyak ummat di luar bali bingung melihat ummatnya yang di Bali saja juga bingung. Hormat ir putugelgelwisanatapa email:wputugelgel@yahoo.com

    BalasHapus