Kamis, 19 November 2009

Aci Penaung Bayu Pura Batumadeg Besakih

Pura Batumadeg
Pakideh dan satu diantara 4 Pangider Catur Loka Pala di sisi utara Besakih



Pura Agung Besakih masih menyandang konsep terdahulu, yaitu terdiri dari 18 pura pakideh (pendukung) yang merupakan satu kesatuan prosesi ritual dengan titik pusat di Pura Penataran Agung Besakih. Empat di antara 18 pura pakideh ini ditetapkan menyandang status sebagai pura Catur Lokapala yang menggambarkan 4 manifestasi Tuhan di empat penjuru angin. Keempat pura tersebut adalah Pura Batu Madeg menempati arah utara sebagai sthana Dewa Wisnu, Pura Kiduling Kreteg menempati arah selatan sebagai sthana Dewa Brahma, Pura Gelap menempati arah timur sebagai sthana Dewa Icwara dan Pura Ulun Kulkul menempati arah barat sebagai sthana Dewa Mahadewa.
Kawasan pura Agung Besakih berikut pura pakideh ini menempati areal cukup luas dalam radius sekitar 3 kilometer dengan Pura Pasimpangan di sisi hilir dan Pura Pangubengan di sisi hulu.
Pada Purnama Kadasa setiap tahun, di Pura Agung Besakih diselenggarakan upacara Bhatara Turun Kabeh, sering pula disebut sebagai Ngusaba Kadasa. Upacara ini bersamaan dengan pelaksanaan upacara Ngusaba Kadasa di Pura Batur yang keduanya menempati simbol purusa dan pradana dalam konsep Rwa Bhineda.
Seperti dijelaskan dalam Awig-Awig Desa Adat Besakih, upacara Bhatara Turun Kabeh adalah akhir rangkaian panjang dari sekitar 120 upacara besar dan kecil yang berlangsung secara berkala setiap enam bulan dan satu tahun di 18 Pura yang termasuk dalam fungsi pura pakideh di kawasan Pura Agung Besakih. Berbagai aci dan ngusaba di pura pakideh Besakih ditutup dengan Tawur Labuh Gentuh di Bancingah Agung pada Sasih Kasanga. Prosesi Labuh Gentuh ini terus berlanjut dengan persiapan upacara hingga tepat pada Purnama Kadasa dilaksanakan persembahan Bhatara Turun Kabeh. Berbeda dengan upacara Tawur Agung yang mengambil tempat di Bancingah Agung, puncak upacara Bhatara Turun Kabeh hanya dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih.
Pura Batu Madeg sebagai salah satu dari Pura Catur Lokapala terletak di utara Pura Penataran Agung Besakih. Disebut Pura Batu Madeg karena di pura tersebut terdapat sebuah batu yang tegak. ''Batu madeg'' atau ‘batu ngadeg’ (bahasa Bali) diartikan batu tegak atau batu berdiri. Pada zaman kebudayaan megalitikum, batu berdiri ini disebut pula menhir. Meru Tumpang Sebelas dengan Batu Madeg di dalamnya inilah pelinggih yang utama di Pura Batu Madeg tersebut.
Di Pura Batu Madeg terdapat lima buah pelinggih Meru, berada di sisi timur areal jeroan pura, berjejer dari utara ke selatan. Di sisi utara ada dua Meru Tumpang Sembilan. Yang paling utara merupakan palinggih Ida Manik Angkeran sedangkan di sisi selatannya palinggih Ida Ratu Mas Buncing. Di selatan palinggih Ida Ratu Mas Buncing adalah Meru Tumpang Sebelas yang di dalamnya terdapat ‘batu madeg’. Meru inilah sebagai palinggih yang paling utama sebagai stana pemujaan Batara Sakti Batu Madeg sebagai manifestasi Batara Wisnu.
Di selatannya ada Palinggih Meru Tumpang Sebelas berfungsi sebagai palinggih Ida Batara Bagus Bebotoh. Di sisi paling selatan terdapat Meru Tumpang Sebelas sebagai palinggih Ida Ratu Manik Bungkah.
Di depan Meru Tumpang Solas terdapat palinggih Pesamuan yaitu palinggih yang berbentuk segi empat dengan enam belas tiang berjejer dua baris. Palinggih Pesamuan ini berfungsi sebagai media untuk secara simbolis turun ke dunia menyatunya semua kekuatan Batara Wisnu sebagai pemelihara dan pelindung alam semesta ciptaan Tuhan. Di sebelah kanan palinggih Pesamuan terdapat palinggih Sedahan Ngerurah dengan sebuah Lingga sebagai pralingga pemujaan Dewa Siwa. Di sebelah Meru palinggih Ratu Bagus Bebotoh terdapat palinggih Pepelik stana Batara Gana.Di pintu atau pamedal jeroan pura terdapat palinggih yang disebut Balai Pegat bertiang delapan dengan dua balai yang terpisah.
Selain upacara rutin yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, di Pura Batumadeg diselenggarakan pula upacara khusus, yaitu Usabha Siram yang untuk tahun 2009 ini dilaksanakan pada Purnama Kalima tanggal 2 November 2009 dan upacara Aci Penaung Bayu yang diselenggarakan pada Tilem Kalima tanggal 17 November 2009.

Sabtu, 16 Mei 2009

Jeda Besakih ke Samuan Tiga

Blog Pura Samuan Tiga
.



Pembaca budiman,
Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh 2009 di Pura Agung Besakih telah usai ditandai dengan pelaksanaan upacar Mejauman pada tanggal 27 April 2009. Saat ini saya masih sibuk menyiapkan laporan dokumentasi, menyusun album, editing video, dan beberapa pekerjaan lainnya terkait IT dan dokumentasi dan upacara tersebut.

Sementara menyiapkan materi-materi tersebut, di Pura Samuan Tiga, Bedulu, Gianyar berlangsung upacara Mapadudusan Alit yang puncaknya pada Purnama Jiesta lalu namun masih berlangsung hingga tanggal 25 Mei 2009 nanti. Di Pura Samuan Tiga ini saya ikut lagi ngayah membuat dokumentasi namun tidak selengkap Besakih karena upacaranya hanya pada tingkatan Mapadudusan Alit. Keterlibatan saya di Pura Samuan Tiga saat ini lebih banyak pada upaya orientasi untuk kegiatan dokumentasi tahun depan saat dilakukan upacara Mapadudusan Agung.

Blog Besakih ini akan tetap saya update sesuai dengan kegiatan yang berlangsung di kawasan Pura Agung Besakih, khususnya pura pakideh yang terus berlangsung sesuai ketentuan susastra hingga nanti tiba kembali di rangkaian upacara Tawur Tabuh Gentuh dan Ida Bhatara Turun Kabeh pada Tilem Kasanga hingga Purnama Kadasa tahun 2010.

Untuk mengisi jeda update blog Besakih, saya undang Anda untuk mampir di blog Pura samuan Tiga dengan alamat situs http://purasamuantiga.blogspot.com. Blog inipun akan tetap saja "jaga" hingga upacara Padudusan Agung tahun depan.

Mohon maaf bagi pembaca blog Besakih yang telah memberi komentar namun belum sempat saya sapa dan juga mohon doa semoga update info situs-situs Bali ini dapat terlaksana dengan baik sesuai harapan. Suksma....

Salam,
Made Widnyana Sudibya
---------------------------------------
Foto baris atas: Nampyog oleh sekitar 42 orang Permas Pura Samuan Tiga
Foto baris bawah: Maombak-ombakan dan Siyat Sampian dilakukan oleh sekitar 400 orang Parekan Pura Samuan Tiga. Ritual Nampyog, Maombak-ombakan dan Siyat Sampian dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2009, tiga hari setelah puncak upacara Mapadudusan saat upacara Ngaremekin Karya.

Rabu, 29 April 2009

Upacara 16 - Mejauman, 27 April 2009

Upacara 16 – Mejauman.

Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun kabeh ring Pura Agung Besakih telah usai dilaksanakan ditandai dengan penyelenggaraan upacara Panyineban pada tanggal 24 April 2009 lalu. Kendati telah dilaksanakan upacara Panyineban, masih ada satu upacara lagi yang dilaksankan kemarin 27 April 2009, yaitu upacara Mejauman yang pelaksanaannya lebih bersifat intern dilaksankan oleh para penyanggra karya (panitia).
Upacara Mejauman dilaksanakan di tempat Nuwur Ida Bhatara Tirtha (Semeru, Rinjani dan Sad Kahyangan di Bali) bermakna sebagai ungkapan terima kasih kepada Ida Hyang Widhi yang bersthana di tempat tersebut atas perkenan dan karunia sehingga seluruh rangkaian upacara berlangsung dengan baik.
Perihal pelaksanaan upacara Mejauman, kecuali Semeru dan Rinjani, upacara Mejauman di pura
Sad Kahyangan di Bali dan gunung Agung dipusatkan di Pura Pangubengan Besakih yang berlokasi paling hulu di kawasan Pura Agung Besakih. Upacara Mejauman di Semeru dan Rinjani diikuti masing-masing oleh sekitar 40 orang berangkat pada tanggal 26 April 2009 menggunakan bus. Pada tanggal 27 April 2009, di tiga tempat, Semeru, Rinjani dan Pura Pangubengan Besakh digelar upacara Mejauman secara bersamaan.
Upacara Mejauman di Pura Pangubengan Besakih, dilaksanakan sore hari jam 4 sore diikuti oleh sebagian panitia Besakih dan Pemangku yang tidak ikut berangkat ke Semeru dan Rinjani serta dibantu oleh beberap krama Pemaksan Penataran Kangin yang merupakan pangempon Pura Pangubengan. Upacara yang berlangsung sederhana dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Manu Singaraga dari Griya Sangkan Gunung Karangasem.
.
Foto 1: Menjelang pemujaan upacara Mejauman di Pura Pangubengan Besakih.
Foto 2: Siluet Ida Pedanda Gede Manu Singaraga saat melakukan pemujaan upacara Mejauman di Pura Pangubengan Besakih

Minggu, 26 April 2009

Tayang Tunda

Sameton sami dan pembaca budiman,

Dua posting saya terakhir tentang Rsi Bhojana dan Panyineban mungkin menimbulkan tanya; Kenapa tanpa foto?

Saya memang berusaha menyajikan informasi yang lengkap sebagaimana posting sebelumnya namun komputer saya tertular virus yang tidak mudah saya "obati". Tukar menukar file oleh banyak orang dengan flash disk, terutama pengambilan peta Melasti dan foto fenomena gunung Agung berpayung awan di komputer Panitia di Besakih rupanya sekaligus menularkan virus hingga ke komputer saya di rumah. Memperbaiki ke service komputer tidak saya lakukan karena khawatir akan keamanan seluruh data dokumentasi PBK 2009 yang ada di hard disk komputer dan juga tentu akan menghentikan kegiatan saya untuk editing foto dan menulis naskah.
Tidak saja lambat di editing foto dan menulis di Word, koneksi internetpun amat terganggu, terputus dalam waktu singkat sehingga harus reconnect berkali-kali yang mengakibatkan posting ke blog ini menjadi tertunda terus. Beruntung masih bisa main akal-akalan untuk nyicil mengirimkan informasi.
Kendati komputer saya sampai saat ini masih sakit-sakitan, penayangan seluruh rangkaian upacara Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh ring Pura Agung Besakih 2009 tuntas bisa saya selesaikan hari ini, lengkap dengan ilustrasi foto.
Mohon maaf atas kejadian tayang tunda informasi PBK 2009. Suksma.

Upacara 15, Tirtha Panglebar dan Panyineban

Upacara 15 – Tirtha Panglebar lan Panyineban, 24 April 2009.

Sebulan setelah pelaksanaan puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama 25 Maret 2009 yl, pada Sukra Paing Paang - Selasa 24 April 2009 kemarin diselenggarakan upacara Panyineban terkait dengan seluruh rangkaian Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh ring Pura Agung Besakih warsa 2009.
Selain upacara Panyineban, siang hari dilaksanakan ritual Nunas Tirtha Panglebar di Pura Dalem Puri Besakih oleh perwakilan Desa Pakraman seluruh Bali untuk dibagikan kepada seluruh warga di wilayah masing-masing. Bila pada awal upacara dilaksanakan ritual Nunas Tirtha Panglukatan dan Pamarisudha untuk seluruh umat Hindu maka pada akhir rangkaian dilakukan ritual Nunas Tirtha Panglebar yang bermakna bahwa sengker (batas) Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh telah dibuka kembali dan umat Hindu dapat melaksanakan berbagai ritual keagamaan (terutama upacara terkait kelayusekaran – kematian) sesuai dengan keyakinan dan dresta (adat) di masing-masing wilayah untuk memilih hari baik (subhadiwasa).
Sebagaimana dengan tuntunan dalam buku Yasa Kerthi disebutkan bahwa Daksina Pejati yang sudah dilinggihkan sejak tanggal 25 Maret 2009, di masing-masing sanggar hari ini kalebar kemudian kageseng, dengan terlebih dahulu menghaturkan soda putih kuning dan canang yasa serta segehan. Demikian pula penjor pada hari ini bisa di cabut. Sisa-sisa upakara dikumpulkan dan dibakar kemudian abunya dimasukkan pada bungkak nyuh gading dan ditanam, abu sisa di merajan ditanam di merajan (dibelakang palinggih rong tiga), demikian pula abu sisa upakara di halaman rumah dan di lebuh ditanam di lebuh, disertai dengan canang sari 1 pasang.
Rangkaian upacara Panyineban yang dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih telah dimulai sejak pagi dengan penyelenggaraan ritual Perang Sata yaitu mengadu telor, tingkih, pangi dan ayam dengan posisi nyatur, kaja-kelod dan kangin-kauh. Siang hari dilakukan pemujaan Panyineban oleh 2 orang Sulinggih yaitu Ida Pedanda Gede Dwija Nugraha dan Ida Pedanda Gede Pemaron Menara yang memuja di Bale Gajah. Saat bersamaan dilakukan pula pemujaan di Pangerajeg Karya oleh Ida Pedanda Wayahan Tianyar, dan di Pangemit Karya oleh Ida Pedanda Gede Manu Singaraga. Setelah laporan pertanggungjawaban panelas dan pangerawuh (biaya upacara dan dana punia) oleh Ketua Pelaksana yang juga Bendesa Desa Pakraman Besakih I Wayan Gunatra dihadapan Gubernur, Bupati dan Walikota serta lebih dari 3000 umat yang hadir saat itu, acara dilanjutkan dengan persembahyangan bersama dan Nuwek Bagia Pulakerthi oleh Gubernur Bali selaku Guru Wisesa.
Usai ngalungsur dan nunas pepranian rayunan Ida Bhatara, puncak panyineban dilakukan dengan nedunang pralingga Ida Bhatara dari palinggih Pengaruman Agung dan Ida Bhatara Tirtha dari Sanggar Tawang untuk diiringkan menuju bancingah Pura Penataran Agung Besakih dan selanjutnya dilaksanakan persembahan bhakti Tatingkeb dan Sesayut Sidhakarya yang menandakan seluruh rangkaian upacara telah usai dilaksanakan. Pralingga Ida Bhatara selanjutnya diiringkan menuju gedong Pasimpenan masing-masing.
Dari titik bancingah Pura Penataran Agung Besakih ini, seluruh pralingga yang semula membentuk formasi setengah lingkaran kemudian berpencar menuju empat arah nyatur, yaitu: pralingga Ida Bhatara Luhuring Ambal-Ambal kembali diiringkan menuju pasimpenan di Pura Penataran Agung Besakih (termasuk pralingga Ida Bhatara Pura Gelap kembali menuju Pura Gelap melalui Pura Penataran Agung), pralingga Ida Bhatara Soring Ambal-Ambal menuju arah selatan, pralingga Ida Bhatara Batumadeg menuju ke arah barat dan pralingga Ida Bhatara Kiduling Kreteg menuju arah timur.
Setelah prosesi mengiringkan pralingga Ida Bhatara ke masing-masing gedong Pasimpenan, prosesi akhir adalah ngeseng orti atau secara simbolis membakar unsur upakara. Abu pembakaran tersebut dimasukkan kedalam sebuah kelapa gading (nyuh gading) dibungkus dengan kain putih kuning dan selanjutnya disatukan dengan sesajen Bagia Pulakerti dan ditanam di belakang Sanggar Tawang. Prosesi yang disebut Mendem Bagia Pulakerthi ini mengakhiri seluruh rangkaian upacara Panyineban yang juga merupakan titik akhir dari seluruh rangkaian Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh ring Pura Agung Besakih Warsa 2009.
Pada hari yang sama, di pura Catur Lawa (Ida Ratu Pasek, Ida Ratu Pande, Ida Ratu Dukuh dan Ida Ratu Penyarikan) dan juga di semua pura Pedharman di kawasan Pura Agung Besakih dilakukan prosesi Panyineban. Prosesi panyineban di Pura Catur Lawa dan Pura Pedharman dilaksanakan oleh masing-masing warga pemaksan pura tersebut.
Kendati upacara panyineban merupakan titik akhir dari upacara Panca Bali Krama dan Ida Bhatara Turun Kabeh, pada tanggal 27 April 2009 nanti akan diselenggarakan satu upacara yang disebut upacara Mejauman. Upacara Mejauman tersebut dilaksanakan di tempat Nuwur Ida Bhatara Tirtha (Semeru, Rinjani dan Sad Kahyangan di Bali) bermakna sebagai ungkapan terima kasih kepada Ida Hyang Widhi yang bersthana di tempat tersebut atas perkenan dan karunia sehingga seluruh rangkaian upacara berlangsung dengan baik.
Perihal pelaksanaan upacara Mejauman, kecuali Semeru dan Rinjani, upacara Mejauman di pura Sad Kahyangan di Bali dan gunung Agung dipusatkan di Pura Pangubengan Besakih yang berlokasi paling hulu di kawasan Pura Agung Besakih.

.
Foto 1: Perang sata, mengadu telur, tingki, pangi dan ayam.
Foto 2: Pemujaan Panyineban oleh 2 orang Sulinggih di Bale Gajah
Foto 3: Pamuspaan Panyineban.
Foto 4: Pralingga Ida Bhatara Lingsir saat keluar menuju bancingah Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 5: Prosesi persembahan bhakti tatingkeb dan sesayut sidhakarya di bancingah Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 6: Pralingga Ida Bhatara di Soring Ambal-Ambal diiringkan menuju arah selatan.
Foto 7: Pralingga Ida Bhatara Batu Madeg diiringkan menuju arah barat
Foto 8: Pralingga Ida Bhatara Luhuring Ambal-Ambal diiringkan menuju arah utara ke gedong pasimpenan Pura Penataran Agung Besakih.

Jumat, 24 April 2009

Tirtha Panglebar dan Panyineban

Pembaca budiman, berikut saya kutip penjelasan perihal Pemargi Tirtha Panglebar sebagai jawaban yang disampaikan kepada saya oleh seorang pembaca. Semoga bermanfaat. Suksma.
.
Hari : Sukra Paing Pahang,
Tanggal : 24 April 2009.
Upacara : a. Nunas Tirtha Panglebar ring Pura Dalem Puri
b. Panyineban.
a. Upacara Nunas Tirtha Pangenduh/Panglebar.
Upacara ini dilaksanakan di Pura Dalem Puri Besakih. Kalau pada awal akan mulainya persiapan Karya Panca Bali Krama telah dilaksanakan upacara nunas Tirtha Pengandeg, maka pada saat akhir upacara dilaksanakanlah upacara nunas Tirtha Penglebar ini. Dengan maksud mohon kehadapan Ida Betara agar berkenan menganugrahi bahwa sejak saat itu pelaksanaan upacara Pengabenan maupun upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian dapat dilaksanakan sebagaimana biasa. Pada saat ini diharapkan perwakilan dari masing-masing Desa Adat/Kecamatan untuk nunas tirtha penglebar dimaksud dengan sarana upakara peras pejati, katur di pura Dalem Puri Besakih.

.
b. Daksina Pejati

Daksina Pejati yang sudah dilinggihkan sejak tanggal 25 Maret 2009, di masing-masing sanggar hari ini dilebar kemudian digeseng, dengan terlebih dahulu menghaturkan soda putih kuning dan canang yasa serta segehan. Demikian pula penjor pada hari ini bisa di cabut. Sisa-sisa upakara dikumpulkan dan dibakar kemudian abunya dimasukkan pada bungkak nyuh gading dan ditanam, abu sisa di merajan ditanam di merajan (dibelakang palinggih rong tiga), demikian pula abu sisa upakara di halaman rumah dan di lebuh ditanam di lebuh, disertai dengan canang sari 1 pasang.

Upacara 14 - Rsi Bhojana, 21 April 2009

Upacara 14 – Rsi Bhojana, Selasa 21 April 2009

Setelah diselenggarakan upacara Penganyar setiap hari sejak pelaksanaan upacara Ida Bhatara Turun Kabeh, pada hari Selasa 21 April 2009 diselenggarakan upacara Upacara Rsi Bhojana dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih. Upacara Rsi Bhojana mengandung makna sebagai ungkapan rasa terimakasih umat kepada para Sulinggih / pendeta yang telah membimbing dan memimpin penyelenggaraan Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida hatara Turun Kabeh ring Pura Agung Besakih 2009 sehingga berjalan dengan baik dan lancar.
Hadir sebanyak 65 orang pendeta dari yang direncanakan sebanyak 99 orang pendeta yang turut serta dalam proses pelaksanaan upacara Tawur Agung itu dan perwakilan dari setiap wilayah hadir di natar Pura Penataran Agung Besakih untuk secara simbolis menerima "punia" atau persembahan yang antara lain mewakili unsur sandang, pangan dan berbagai perlengkapan pendeta. Hampir sama dengan upacara Ajang Agung, ritual Rsi Bhojana ditutup oleh para pendeta dengan katuran bhojana (makan bersama) yang dilaksanakan di Suci Pura Agung Besakih.
.
Foto 1:
Para Sulinggih melakukan pemujaan dan persembahyangan di natar Pura Penataran Agung Besakih, di depan palinggih Padma Tiga.
Foto 2:
Usai melakukan pemujaan dan persembahyangan, para Sulinggih katuran bhakti bhojana atau rayunan (hidangan) dan makan bersama di Suci Pura Agung Besakih.
Foto 3: Pada pelaksanaan upacara Rsi Bhojana, hadir pula Wakil Gubernur Bali A.A. Puspayoga dan jajaran pemerintahan tingkat propinsi, kabupaten dan kota sebagai unsur guru wisesa.

Jumat, 10 April 2009

Upacara 13 - Ida Bhatara Turun Kabeh



Upacara 13 – Bhatara Turun Kabeh, 9 April 2009
Upacara Ida Bhatara Turun Kabeh yang dilaksanakan hari ini, Wraspati Paing Medagnsia, Kamis 9 April 2009, merupakan upacara berkala di Pura Agung Besakih yang diselenggarakan setiap tahun pada Purnama Kadasa. Biasanya upacara Ida Bhatara Turun Kabeh dilaksanaan berlanjut dengan upacara Tawur Kasanga (Tawur Tabuh Gentuh) pada Tilem Kasanga setiap tahun. Urutan upacaranya lebih sederhana dibandingkan dengan tahun 2009 yang merupakan kelanjutan dari upacara Tawur Agung Panca Bali Krama.
Upacara berkala Ida Bhatara Turun Kabeh, setiap tahunnya, diawali dengan upacara Nuwasen Karya, Ngingsah, Negtegang lan Ngunggahang Sunari, Nedunang Ida Bhatara, Melasti (dilakukan secara bergantian tiap tahun di Tegal Suci dan Toya Esah), Puncak Karya, Pangremek Karya, Nyejer lan Penganyar, dan ditutup dengan upacara Panyineban. Pada pelaksanaan Jkarya Ida Bhatara Turun Kabeh tahun 2009 yang dirangkai dengan Karya Tawur Agung Panca Bali Krama beberapa prosesi awal sepenuhnya dirangkai sebagai bagian dari Kerya Tawur Agung Panca Bali Krama lanjut kemudian setelah Pangremek Karya Ida Bhatara Nyejer dengan prosesi Penganyar selama 10 hari.
Pada hari ke 11 setelah Pangremek Karya, rangkaian Ida Bhatara Turun Kabeh dimulai dengan upacara Mapepada dan Pamemben pada tanggal 8 April 2009. Esok harinya, Wraspati Paing Medangsia – Kamis 9 April 2009 bertepatan dengan Purnama Kedasa, tibalah pelaksanaan puncak upacara Ida Bhatara Turun Kabeh. Secara garis besar tahap upacara terdiri dari 3 tahap (tigang palet) yaitu tahap satu upacara Ayun Widhi, pemujaan Ida Bhatara Turun Kabeh dilakukan oleh 5 orang Sulinggih yang memuja di Bale Gajah, tahap kedua adalah Ida Bhatara Tedun ke Paselang dengan pemujaan di Bale Paselang dipimpin oleh 2 orang Sulinggih dan tahap ketihga adalah upacara Ajang Agung yang merupakan upacara khusus dilakukan oleh 9 orang Pemangku Pamucuk di Pura Agung Besakih berupa bhakti dan rayunan kepada 9 orang Pemangku Pamucuk bertempat di Bale Agung di sisi timur palinggih Padma Tiga.
Upacara Ida Bhatara Turun Kabeh 9 April 2009 dimulai jam 11.15 wita dengan pemujaan oleh 5 orang Sulinggih di Bale Gajah diakhiri dengan persembahyangan bersama. Prosesi berikutnya adalah Ida Bhatara Tedun ke Paselang berlanjut usai persembahyangan pada jam 13.10 wita, dengan prosesi mengiringkan pralingga Ida Bhatara Pura Agung Besakih dari palinggih Pengaruman Agung menuju palinggih Paselang dengan berkeliling natar pura searah jarum jam (Purawa Daksina) sebanyak 3 kali. Usai dilakukan pemujaan oleh 2 orang Sulinggih, prosesi dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pajejiwan yang berisi pesan tentang alam semesta, kesuburan dan pemberkatan Ida Hyang Widhi Wasa kepada alam semesta beserta isinya. Selanjutnnya penutup prosesi Iad Bhatara Tedun ke Paselang adalah kembali mengiringkan pralingga Ida Bhatara Pura Agung Besakih menuju palinggih Pengaruman Agung. Prosesi Ayun Widhi dan Tedun ke Paselang diiringi pula oleh wewalen (tari, tabuh dan kidung) antara lain, Wayang Lemah, Topeng Sidhakarya, Rejang Dewa, Baris Gede, Gambuh, Gong Gede, dan Kidung yang digelar di natar Jeroan dan natar Bale Pegambuhan Pura Agung Besakih.
Sore hari pada jam 17.45 wita mulai dipersiapkan upacara Ajang Agung di Bale Agung Pura Agung Besakih. Upacara ini hanya dilaksanakan dan dan diikuti khusus oleh Pemangku Pamucuk di Pura Agung Besakih. Upacara ini dapat dikatakan sebagai bagian dari Rsi Yadnya yaitu persembahan kepada penuntun upacara berupa bhakti/sesajen dan rayunan (makanan) kepada 9 orang Pemangku Pamucuk Pura Agung Besakih. Diawali dengan pemujaan yang ditujukan kepada Ida Hyang Widhi yang bersthana di palinggih Ider Bhuwana, ritual Ajang Agung dilanjutkan dengan persembahyangan oleh 9 orang pemangku pamucuk ditutup secara simbolis dengan makan bersama sebagai wujud kebersamaan mereka.
Usai persembahan puncak upacara Ida Bhatara Turun Kabeh 9 April 2009, prosesi selanjutnya adalah Ida Bhatara Nyejer dengan upacara harian berupa Penganyar selama 14 hari dan pada hari ke 15 (24 April 2009) dilaksanakan upacara penutup seluruh rangkaian Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh dengan upacara Panyineban. Tiga hari sebelum Panyineban, tangggal 21 April 2009 akan dilaksanakan upacara Rsi Bhojana sebagai penghormatan kepada para Sulinggih atau pendeta yang telah memberi tuntunan dan bimbingan selama pelaksanaan Karya.
.
Foto 1: Tari Gambuh Batuan
Foto 2: Topeng Sidhakarya
Foto 3: Murwa Daksina saat prosesi Tedun ke Paselang
Foto 4: Persiapan penataan sesajen dilakukan sejak pagi 9 April 2009 dipimpin langsung oleh Tapini Ida Pedanda Istri Karang dari Griya SIbetan, Karangasem
Foto 5: Ritual Ayun Widhi dipimpin oleh 5 orang Sulinggih yang melakukan pemujaan dari Bale Gajah.
Foto 6: Persembahyangan bersama usai ritual Ayun Widhi. Seluruh natar Pura Penataran Agung Besakih dipenuhi oleh umat yang tangkil saat itu.
Foto 7: Prosesi Ida Bhatara Tedun ke Paselang
Foto 8: Upacara Ajang Agung di Bale Agung dilakukan oleh 9 orang Pemangku Pamucuk Pura Agung Besakih.

Rabu, 08 April 2009

Upacara 12 - Mapepada dan Pamemben

Mapepada dan Pamemben, 8 April 2009
Sebagai rangkaian awal upacara Ida Bhatara Turun Kabeh, hari ini Rabu 8 April 2009 diselenggarakan upacara "Mapepada" yang dilaksanakan sama dengan Mapepada Tawur Agng Panca Bali Krama (24 Maret 2009) yaitu dengan tata cara mengiringkan beberapa jenis binatang mengelilingi natar Pura Penataran Agung Besakih pada arah berlawanan jarum jam (presawya) sebanyak tiga kali yang secara filosofis diartikan sebagai satu prosesi untuk memohon kehadapan Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk berkenan memberikan berkah dan anugerah kepada binatang yang dipergunakan dalam rangakaian upacara Ida Bhatara Turun Kabeh. Upacara Mapepada diakhiri dengan prosesi panglepas prani (dengan sesajen dan tirtha lepas prani) dan nuwek (menyentuhkan senjata Ida Ratu Pande ke tubuh binatang-binatang tersebut)sebagai simbol binatang tersebut telah binasa
Usai upacara Mapepada, binatang-binatang tersebut disembelih di perantenan Pura Agung Besakih dan beberapa bagian digunakan sebagai pelengkap sesajen. Sore hari dilakukan kegiatan Nyoroh Banten atau menata sesajen untuk persembahan Tawur pada keesokan harinya. Kegiatan Nyoroh Banten ini diakhiri dengan ritual Puja Pamemben pada malam hari yang bermakna pernyataan bahwa seluruh upakara/sesajen telah dipersiapkan dan ditata secara lengkap. Upacara Puja Pamemben ini dilakukan oleh Ida Pedanda Gede Pasuruan dari Griya Sibetan, Karangasem.
.
.
Foto 1: Sesaat menjelang prosesi mengiringkan wewalungan yang digunakan dalam prosesi Mapepada.
Foto 2: Prosesi Panglepas Prani berupa pemberkatan wewalungan dengan sesajen dan tirta panglepas prani dan nuwek atau menyentuhkan senjata pusaka Iada Ratu Pande ke tubuh wewalungan (binatang).
Foto 3: Nyoroh banten untuk upacara Ida Bhatara Turun Kabeh seusai upacara Mapepada di Sanggar Tawang natar Pura Penataran Agung Besakih. Tampak Ida Pedanda Istri Karang (kiri) dibantu oleh pengayah istri menata sesajen/banten di Sanggar Tawang Pura Penataran Agung Besakih.

Selasa, 07 April 2009

Dokumentasi 30 Tahun Upacara di Pura Agung Besakih

.







.
Mulai upload lagi!!!
Lebih dari seminggu saya tidak melakukan update di blog ini tapi bukan berarti bahwa kegiatan peliputan atau kegiatan upacara di Besakih seolah terhenti. Usai puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama, Pura Agung Besakih (dan juga seluruh Bali) menyongsong Nyepi dengan pelaksanan Catur Brata Panyepian, amati geni, amati karya, amati lelanguan dan amati lalungaan.
Suatu hal unik bahwa areal Pura Agung Besakih, saat panyepian, justru tidak diberlakukan ketentuan Nyepi. Jro Mangku Suyasa mengutip tentang ketentuan pelaksanaan upacara di Besakih yang menyebutkan bahwa Pura Agung Besakih ”tan keneng panyepian”. Walau demikian, warga di kawasan hunian desa pakraman Besakih tetap terkena pemberlakuan ketentuan Nyepi sebagaimana dengan daerah lain di Bali.
Ketika seluruh rangkaian Karya Tawur Agung Panca Bali Krama telah selesai digelar ditandai dengan upacara Pangremek Karya pada tanggal 28 Maret 2009, kawasan Pura Agung Besakih tetap bergiat menyongsong upacara Ida Bhatara Turun kabeh yang jatuh pada tanggal 9 April 2009. Selama rentang tersebut, Ida Bhatara tetap nyejer di palinggih Pengaruman Agung dan selama itu pula diselenggarakan upacara setiap hari yang disebut upacara Penganyar. Upacara Penganyar ini dilaksanakan secara merata dan bergiliran oleh Panitia Provinsi Bali, Panitia Lokal Besakih dan Kabupaten / Kota se Bali. Sementara itu, di Suci Pura Agung Besakih, Ida Pedanda Istri dan para pengayah Istri (Tukang Banten) kembali melakukan kegiatan mempersiapkan berbagai jenis upakara/sesajen untuk pelaksanaan upacara Bhatara Turun Kabeh.
Selama rentang waktu upacara Penganyar (Ida Bhatara nyejer) saya hanya beberapa kali saja berkesempatan tangkil ke Besakih untuk mendokumentasikan kegiatan tersebut. Saya mempercayakan kegiatan dokumentasi kepada panitia lokal karena ritual penganyar adalah bentuk ritual tipikal yang dilaksanakan rutin setiap hari sampai saat pelaksanaan Ida Bhatara Turun Kabeh. Selain itu, di Besakih telah pula saya lengkapi dengan kamera digital (aturan dari IAI Daerah Bali ketika saya masih menjabat sebagai Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali) sehingga tidak sepenuhnya tergantung pada teman-teman fotografer yang ada. Bersyukur pula, dua orang sahabat saya Agung Bhawantara dan Maria Ekaristi (
http://jalan-jalan-bali.blogspot.com) amat rajin, hampir setiap hari sempat tangkil ngayah ke Besakih membuat dokumentai foto dan video. Sungguh, amat menyenangkan ketika waktu terasa sempit ada teman yang tulus berbagi tugas sehingga kegiatan pencatatan ritual 10 tahunan ini tidak tercecer (Agung dan Eka, dahat suksma).
Apa yang saya kerjakan selama ketidak hadiran saya di Besakih dalam rentang Penganyar?
Sejak awal persiapan Karya, ada keinginan besar yang ingin saya laksanakan sebagai upaya berbagi dengan umat Hindu yang urati pada ritual keagamaan di tanah Bali, baik yang sempat hadir di Besakih maupun sameton Hindu yang berada di luar Bali yang hanya sempat mengamati saja lewat internet. Tekad saya itu akhirnya terwujud jua. Tanggal 4 April 2009 yang lalu saya berhasil menyelesaikan 15 poster masing-masing ukuran satu triplex (122 x 244 cm) sudah tercetak dan terpasang pada frame yang telah disiapkan (terima kasih untuk Ketut Tunas, OB di kantor IAI Bali yang memasangnya di frame). Esok paginya, mobil pickup dari Besakih tiba di studio saya untuk mengambilnya, (he...he...berhimpitan di mobil pickup) saya ikut ke Besakih lanjut kemudian memasangnya di sisi selatan Wantilan Besakih. Saya harus menyampaikan terima kasih kepada pengayah-pengayah dan prajuru di Besakih yang sigap membantu pemasangan 15 poster tersebut. Agung Bhawantara dan Eka yang sejak pagi sudah menunggu di Besakih, juga Bp Kapolsek Rendang yang memberi "dispensasi" hingga poster itu bisa tiba dan terpasang di Besakih.
Waktu lima hari, sejak Umanis Kuningan 29 Maret 2009, bagi saya amat sesak untuk memilih sedikit foto dari ribuan foto-foto Panca Bali Krama 2009 yang mesti ditata dalam poster tersebut termasuk juga membongkar arsip dokumentasi foto Besakih sejak Eka Dasa Rudra 1979. Walau tampil sebagai sekilas info tentang dokumentasi visual upacara di Pura Agung Besakih rentang 30 tahun, 15 poster tersebut kini telah terpasang secara runut mencakup:

  • Tawur Agung Eka Dasa Rudra 1979, 1 poster (scan dari buku Album Eka Dasa Rudra 1979)
  • Tawur Agung Panca Bali Krama 1989, 1 poster
  • Tawur Agung Candi Narmada, Panca Bali Krama ring Danu dan Tri Bhuwana 1993, 2 poster
  • Tawur Agung Eka Bhuwana 1996, 1 poster
  • Tawur Agung Panca Bali Krama 1999, 1 poster
  • Tawur Agung Panca Bali Krama 2009, 9 poster

Kecuali poster dokumentasi Eka Dasa Rudra 1979, seluruh foto adalah dokumentasi Besakih yang saya buat sejak 1989 hingga sekarang. Beruntung saya masih menyimpan negatif film dan slide dokumentasi tersebut dengan baik sehingga kini bisa terpasang sebagai informasi untuk publik. Dokumentasi 1989 hingga 1999 masih menggunakan media negatif film dan slide (saat itu belum populer pemakaian Kamera Digital) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali membeli sebuah Scanner yang bisa digunakan untuk scanning film (ternyata manajemen pustaka amat penting sekaligus tidak murah).

Upacara 11 - Pangremek Karya

Upacara 11 - Pangremek Karya Tawur Agung Panca Bali Krama, 28 Maret 2009.
Puncak upacara Karya Tawur Agung Panca Bali Krama telah usai dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2009. Esok harinya, tanggal 26 Maret 2009, jagat Bali hening menghentikan segala kegiatan untuk menjalankan catur brata panyepian: amati geni, amati karya, amati lelanguan dan amati lelungan. Wraspati Pon Kuningan, Kamis 26 Maret 2009, Bali memasuki tahun Baru Saka 1931 menutup riuh akhir tahun Saka 1930 dengan hening di awal tahun Saka 1931, somya saat kekuatan bhuta kembali pada kekuatan dewa.
Usai Nyepi, rangkaian upacara Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh di Besakih dilanjutkan dengan upacara Penganyar (rutin dilaksanakan setiap hari) hingga tanggal 9 April 2009 saat dilaksanakan puncak upacara Ida Bhatara Turun Kabeh. Masih terkait dengan Tawur Agung Panca Bali Krama 2009, tanggal 28 Maret 2009 dilaksanakan upacara Pangremek Karya Tawur Panca Bali Krama atau lazim juga disebut Tigang Rahina Karya (3 hari setelah puncak upacara) sebagai pertanda bahwa rangkaian upacara Tawur Agung Panca Bali Krama telah usai dilaksanakan. Upacara ini dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan melakukan ritual pembakaran unsur-unsur upakara/sesajen (Ngeseng Orti) lalu menguburnya di tempat upakara Bagia Pulakerthi di tengah-tengah areal Genah Tawur (Mendem Bagia Pulakerthi).
Pemujaan upacara Pangremek Karya dilakukan oleh Ida Pedanda Wayahan Bruruan Manuaba dari Briya Buruan, Gianyar yang diakhiri dengan muspa atau persembahyangan bersama oleh seluruh pengayah yang hadir saat itu.

Jumat, 27 Maret 2009

Upacara 10 - Puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama

Upacara 10 - Puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama, 25 Maret 2009.
Rangkaian puncak upacara Panca Bali Krama diselenggarakan hari ini Rabu 25 Maret 2009 sejak pagi hari sekitar jam 8.00 di Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Sebanyak 15 orang pendeta (Sarwa Sadaka) yang melakukan pemujaan secara bersamaan di "genah tawur" untuk memimpin pelaksanaan upacara Karya Agung Panca Bali Krama. 15 orang Pendeta itu melakukan pemujaan masing-masing 2 orang di 4 arah penjuru (utara, timur, selatan dan barat) serta 5 orang melakukan pemujaan di titik tengah.
Sementara di Genah dilaksanakan pemujaan, selang 30 menit, di natar Pura Penataran Agung Besakih dilakukan upacara Ayun Widhi yang dipimpin oleh 3 orang pendeta yang memuja di Bale Gajah dan ritual Tedun ke Paselang dipimpin oleh 2 orang Pendeta. Selain itu, dilaksanakan juga upacara Pangemit Karya dan Pangerajeg Karya yang masing-masing dipimpin oleh seorang Sulinggih (pendeta). Secara keseluruhan, puncak Karya Panca Bali Krama pada Rabu 25 Maret 2009 dipimpin oleh 22 orang Sulinggih.
Prosesi yang dipandang sebagai puncak adalah saat melaksanakan prosesi membuat "Nasi Tawur" di tengah-tengah areal upacara yang dilakukan oleh Pedanda Bhuda dibantu oleh para "pengayah". Nasi Tawur dibuat dengan mencampurkan berbagai sarana upakara dari empat "Sanggar" di empat arah mata angin dengan materi utama beras empat warna, hitam putih, kuning dan merah yang merupakan simbol kekuatan "pangider bhuwana" atau sebagai perlambang keseimbangan alam semesta. Setelah dicampur, Ida Pedanda Bhuda melakukan puja mantra yang mengandung makna untuk membuka jalan bagi kekuatan alam menuju arah kekuatan para dewata sehingga akan tercipta keseimbangan alam dan keseimbangan antara "bhuwana agung" (alam semesta) dengan "bhuwana alit" (manusia). Nasi Tawur dan Tirtha Tawur inilah yang dibagikan kepada seluruh Desa Adat di Bali untuk dibagikan kepada seluruh warga desa adat dan ditaburkankan pula di wilayah desa adat masing-masing sebagai pertanda bahwa Karya Agung Panca Bali Krama sebagai "yadnya jagat" (upacara seluruh jagat semesta) telah dilaksanakan secara serempak di semua tempat. Upacara Tawur di bancingah agung ini ditutup dengan persembahyangan bersama dipimpin oleh 15 pendeta diikuti oleh ribuan umat Hindu yang hadir saat itu. Unsur Pemerintah (yang dalam agama Hindu dipandang sebagai Guru Wisesa) hadir dalam upacara Panca Bali Krama tersebut, diwakili oleh Gubernur Bali dan jajaran pemerintahan tingkat prvinsi Bali, kabupaten dan kota se Bali. Rangkaian upacara yang juga dilaksanakan bersamaan adalah upacara "Ayun Widhi" dan "Tedun ke Paselang" dilaksanakan di halaman tengah (purian) Pura Penataran Agung Besakih. Upacara Ayun Widhi dan Tedun ke Paselang ini merupakan Dewa Yadnya sebagai rangkaian akhir dari pelaksanaan upacara Tawur Panca Bali Krama yang merupakan upacara Bhuta Yadnya. Peralihan prosesi Bhuta Yadnya ke Dewa Yadnya inilah memberikan gambaran tentang perputaran (siklus) pemurnian dan penyatuan kekuatan alam semesta dengan kekuatan utama Dewata (yadnya yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu tercakup dalam Panca Yadnya, yaitu; Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya). Menarik untuk diketengahkan adalah upacara "Tedun ke Paselang" dengan rangkaian mengiringkan semua "pralingga" Ida Bhatara dari Bale Paruman Agung menuju Bale Paselang melalui prosesi mengelilingi natar (halaman) Pura Penataran Agung pada arah putaran jarum jam sebanyak tiga kali (Purwa Daksina). Pada prosesi di Bale Paselang dilakukan "Majejiwa" (dialog ritual) yang antara lain menyebutkan tentang Smara-Ratih dan tentang keberadaaan "isin gumi" (sumber daya alam) yang terkesan sebagai "upacara kesuburan". Pada bagian akhir upacara Tedun ke Paselang dilakukan persembahyangan bersama dan membagikan beras kepada umat yang hadir yang sebelumnya dipergunakan sebagai alas "pralingga" di Bale Paselang dan selanjutnya mengiringkan kembali pralingga menuju Bale Paruman Agung dengan sebelumnya diiringkan menuju Candi Bentar untuk nodya atau menyaksikan upacara Tawur Panca Bali Krama di Genah Tawur Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Sebagai kelengkapan dalam penyelenggaraan Karya Agung Panca Bali Krama, dipersembahkan pula "wali" (seni persembahan) berupa Topeng, Gong Gede, Gong Selonding, Rejang, Baris Gde, Wayang Lemah dan Kidung.
.
Foto 1: Prosesi Ngaduk Nasi Tawur saat puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama.
Foto 2: Usai persembahan Tawur Agung Panca Bali Krama, perwakilan umat di masing-masing kabupaten, kota dan desa pakraman berebut Nunas Tirta Tawur dan Nasi Tawur yang nantinya disebarkan kepada seluruh warga desa pakraman.
Foto 3: Ritual Tedung ke Paselan di Natar Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 4: Prosesi Nodya, pralingga Ida Bhatara nodya Tawur Agung dari Candi Bentar Pura Agung Besakih.
Foto 5: Manusa Saksi. Gubernur Bali dan jajaran pejabat tingkat provinsi, kabupaten dan kota se Bali hadir selaku unsur "manusa saksi".