Jumat, 26 Desember 2008

Panca Bali Krama 1989

Upacara Panca Bali Krama adalah upacara Tawur Agung yang diselenggarakan secara tetap dalam kurun waktu setiap 10 tahun di Bancingah Agung Pura Agung Besakih. PHDI dalam buku Penjelasan singkat tentang Panca Bali Krama (1998) menjelaskan bahwa selain pelaksanaan secara berkala setiap 10 tahun, Panca Bali Krama dibenarkan dilaksanakan diluar dari ketentuan berkala 10 tahun itu yang disebut dengan upacara paneregteg (paneregteg diartikan sebagai susulan).
Upacara Panca Bali Krama paneregteg pernah dilaksanakan di Pura Agung Besakih sebagai upacara susulan karena upacara itu tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang sangat lama. Selain itu upacara Panca Bali Krama dibenarkan untuk dilaksanakan berbeda dari ketentuan waktu bila terjadi berbagai bencana alam yang diyakini akibat tidak imbangnya bhuana agung dengan bhuana alit atau terjadi penekanan daya dukung alam berlebihan oleh manusia selaku penghuninya.

Tawur Agung Panca Bali Krama yang termasuk dalam lapis Bhuta Yadnya adalah prosesi keseimbangan alam. Karenanya, Panca Bali Krama tidak hanya dilaksanakan di Pura Agung Besakih namun dapat pula dilaksanakan di suatu wilayah yang secara spiritual dipandang perlu untuk mengembalikan kekuatan alam dari bencana menjadi sejahtera. PHDI memberikan catatan bahwa upacara Panca Bali Krama pernah dilaksanakan di Denpasar dan Mengwi. Tuntunan sastra pun menyebutkan tentang adanya tata laksana upacara Panca Bali Krama ring Danu.
Tahun 1989, sepuluh tahun sesudah Tawur Agung Eka Dasa Rudra 1979, di Bancingah Agung (natar luar) Pura Agung Besakih dilaksanakan upacara Tawur Agung Panca Bali Krama. Pelaksanaan ini sesuai dengan pelaksanaan berkala, yaitu ketika angka satuan tahun Saka mencapai nilai 0 atau windu yang dikenal sebagai tenggek windu.

Prosesi Panca Bali Krama 1989 tidak berbeda jauh dengan rangkaian pelaksanaan Tawur Agung Eka Dasa Rudra. Tahap pelaksanaan mulai dari Matur Piuning, Nuwasen, Nunas Tirtha, Mapepada, Melasti, Tawur dan Panyineban tetap berpedoman pada pola pelaksanaan upacara tawur. Yang tampak berbeda adalah lingkup persembahan berikut runtutan sesaji. Bila pada Eka Dasa Rudra menggunakan Sanggar mengikuti 8 arah penjuru angin (pangider bhuwana) maka pada Panca Bali Krama hanya menggunakan 5 Sanggar pemujaan yaitu pada 4 arah nyatur dan satu sanggar di tengah.



---------------------------------------------------------------
Tahun 1989 saya sudah mulai belajar memotret, kendati dengan kamera pinjaman. Upacara Panca Bali Krama 1989 adalah dokumentasi yang sangat saya sukai dan hingga kini masih tersimpan dengan baik. Saat itu pemotretan yang saya lakukan masih menggunakan media film (positif dan negatif film) sehingga kegiatan memotret mesti ngirit dan penuh perhitungan dalam memilih sasaran lensa karena harga film, cuci dan cetak lumayan mahal.

Senin, 22 Desember 2008

Eka Dasa Rudra 1979

Upacara Eka Dasa Rudra, sebagaimana tersurat dalam tuntunan sastra, adalah upacara Tawur yang dilaksanakan setiap 100 tahun sekali manakala angka satuan dan puluhan tahun Saka mencapai angka 0, disebut pula rah windu tenggek windu.
Di Pura Agung Besakih, sejauh catatan yang ada, Tawur Agung Eka Dasa Rudra pernah dilaksanakan tahun 1963, tepatnya pada Sukra Pon Julungwangi tanggal 9 Maret 1963. Upacara Eka Dasa Rudra 1963 yang disebut sebagai Eka Dasa Rudra paneregteg dilaksanakan karena hingga saat itu tidak diperoleh bukti catatan tentang pelaksanaan Eka Dasa Rudra pada masa-masa sebelumnya.

Tahun 1979, pada Buda Paing Wariga tanggal 28 Maret 1979, kembali diselenggarakan upacara Tawur Agung Eka Dasa Rudra. Upacara Tawur Eka Dasa Rudra 1979 ini sesuai dengan perhitungan perputaran tahun Saka saat satuan dan puluhan mencapai angka nol, yaitu pada tahun Saka 1900.
Rangkaian (dudonan) prosesi Tawur Agung Eka Dasa Rudra dilaksanakan dengan berpedoman pada sumber sastra yang ada disertai berbagai kajian para Sulinggih terhadap tata laksana yadnya Tawur. Pelaksanaan upacara diawali dengan Matur Piuning, Nuwasen Karya, Nuwur Tirtha, Melasti hingga puncak Karya Agung. Dengan waktu pelaksanaan yang berhimpitan dengan Sasih Kadasa (puncak Tawur Eka Dasa Rudra dilaksanakan pada Tilem Kasanga), pelaksanaan Eka Dasa Rudra 1979 dilanjutkan dengan upacara tahunan Bhatara Turun Kabeh pada Purnama Kadasa.

Setelah pelaksanaan upacara Tawur Agung Eka Dasa Rudra 1979, sebagaimana dengan tahun-tahun sebelumnya, di Pura Agung Besakih secara tetap diselenggarakan upacara tahunan yaitu Tawur Tabuh Gentuh pada Tilem Kasanga dan Bhatara Turun Kabeh pada Purnama Kadasa dan setiap sepuluh tahun dilaksankan Karya Agung Panca Bali Krama (tahun 1989 dan 1999).


Foto-foto Eka Dasa Rudra diambil (scan) dari Buku "Album Eka Dasa Rudra" yang diterbitkan oleh Parisadha Hindu Dharma Indonesia. Foto-foto tersebut merupakan sumbangan dari berbagai pihak yang turut mengabadikan Karya Agung Eka Dasa Rudra 1979. Terbanyak dari penyumbang foto-foto tersebut adalah fotografer John Wiranatha (alm), Fred B. Eiseman Jr., Gusti Ngurah Oka Supartha (alm).

Rabu, 17 Desember 2008

Buku Yasa Kerthi

Buku Yasa Kerti Karya Agung Panca Bali Krama 2009 di Pura Agung Besakih sudah saya buat dalam kemasan .pdf file. Anda bisa download disini.
Dahat suksma

Selasa, 16 Desember 2008

Dudonan Karya Panca Bali Krama 2009

Sementara saya membuat konversi .pdf file buku Yasa Kerti Karya Agung Panca Bali Krama, berikut saya sertakan dudonan upacara (jadwal) Karya Agung Panca Bali Krama 2009 dalam format .jpg yang cukup jelas dibaca. Durusang, bagi yang membutuhkannya ya.. di-klik aja lalu simpan, lalu cetak, lalu tempel.... agar tak ketinggalan acara-acara yang terjadi hanya 10 tahun sekali.

Jumat, 12 Desember 2008

Upacara 1 - Ngaku Agem

Pada hari ini, Sukra Wage Wayang - 12 Desember 2008 jam 10.00 wita dilaksanakan upacara Ngaku Agem sebagai rangkaian pertama Karya Agung Panca Bali Krama 2009. Upacara diikuti oleh seluruh Panitia Pelaksana dipimpin oleh Yajamana Karya, Ida Pedanda Gede Putra Tembau.

Upacara Ngaku Agem dimaksudkan sebagai permakluman (Atur Piuning) bahwa umat Hindu berketetapan hati akan melaksanakan Upacara Panca Bali Krama sekaligus mohon perkenan serta tuntunan Ida Hyang Widhi Wasa agar upacara itu nanti dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa suatu halangan apapun.
Bersamaan dengan upacara tersebut diatas agar dimasing-masing tempat suci lainnya seperti Merajan, Panti, Dadia, Paibon, dan Kahyangan Desa, Dhang Kahyangan dan Kahyangan Jagat juga menghaturkan upacara atur piuning yang disesuaikan dengan tingkat upacaranya sebagai berikut :
  1. Di Merajan, Panti, Dadia,Paibon, dan sejenisnya, Mengharturkan : Sodan Putih Kuning serta canang sari dan canang yasa, diiringi doa seperti tersebut diatas.
  2. Di Pura Kahyangan Desa, Dhangkahyangan, Sad Kahyangan dan Pura lainnya termasuk di luar daerah Bali menghaturkan : Daksina Pejati, sodan Putih Kuning, canang sari dan canang yasa beserta kelengkapannya. Upacara ini diantarkan oleh pemangku dan umat Hindu penyungsung masing-masing Pura tersebut ikut sembahyang mendoakan agar Karya Agung Panca Bali Krama yang akan dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Mulai saat ini seluruh umat Hindu ikut Ngertiang karya dengan yasa kirti terutama bentuk kesiapan mental kesucian hati serta senantiasa menampilkan pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci, menjauhkan diri dari segala bentuk perbuatan yang tidak terpuji serta menodai kesucian dan kelancaran pelaksanaan Karya Agung Panca Bali Krama.

Sekilas Pura Agung Besakih

Pura Agung Besakih, yang terletak di desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem pada ketinggian sekitar 1000 meter di atas permukaan laut, oleh umat Hindu di Indonesia dipandang sebagai pura terbesar dan pusat pemujaan untuk umat Hindu di Indonesia.
Dengan latar belakang gunung Agung menjulang, pura Agung Besakih yang menempati lahan dengan kemiringan cukup tajam ditata sangat indah mengikuti irama kemiringan tanah sehingga terasa sangat padu dengan alam sekitarnya. Bentuk tumpang atap Meru yang menyita pandangan mata tampak akrab dengan bentuk cemara yang semakin mengecil di kejauhan lereng gunung Agung. Sapuan kabut tipis semakin memperkuat kedalaman dimensi di kawasan Pura Agung Besakih.
Penetapan lokasi pura Agung Besakih, pada masa lalu, tentu bukan suatu kebetulan belaka namun dapat dipastikan didasari atas berbagai pertimbangan dan peramalan yang mampu melihat jauh ke depan. Terbukti, hingga kini pura Agung Besakih seolah senantiasa menebarkan "taksu".
Pura Agung Besakih yang menempati kawasan seluas tidak kurang dari 12 km2 memang patut disebut sebagai pura terbesar di Bali, bahkan di Indonesia, karena dalam kawasan tersebut terdapat 18 Pura Pakideh (termasuk pura Pasar Agung di Selat), 4 Pura Catur Lawa, 13 pura Pedharman dan 13 pura Dadya/Paibon.
Dalam hal kelengkapan arah pemujaan, Pura Agung Besakih patut disebut sebagai pusat Kahyangan Jagat karena 4 diantara 18 pura Pakideh itu disebut sebagai Pura Catur Lokapala sebagai wujud kekuasaan Tuhan di empat arah penjuru. Pura Penataran Agung dipandang sebagai titik tengah dengan palinggih Padma Tigasebagai sthana Dewa Ciwa.
Berbagai upacara di pura Agung Besakih, khususnya di Pura Pakideh didasarkan atas perputaran waktu Sasih, Purnama-Tilem yang disebut Aci dan Usaba. Upacara-upacara ini ditutup dengan upacara Ngusaba Kadasa, lazim disebut dengan Bhatara Turun Kabeh yang dilaksanakan pada Purnama Kadasa.
Tuntunan sastra menyuratkan bahwa setiap perputaran 10 kali upacara Bhatara Turun Kabeh (setiap 10 tahun), saat angka satuan tahun Saka mencapai 0, patut diselenggarakan upacara Tawur yang disebut Panca Bali Krama. Disebutkan pula, setiap perputaran 10 kali upacara Panca Bali Krama (setiap 100 tahun), saat angka puluhan dan satuan tahhun Saka mencapai 0 - disebut pula rah windu tenggek windu, patut diselenggarakan upacara Tawur Eka Dasa Rudra. Demikian selanjutnya, setiap 10 kali perputaran Eka Dasa Rudra (setiap 1000), patut diseleggarakan yadnya jagat Marebhu Bhumi.
Begitulah perputaran berbagai bentuk upacara yang diselenggarakan di Pura Agung Besakih sebagai wujud pemujaan umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pengantar

Jelang akhir tahun 2008, umat Hindu di Bali siap menyongsong pelaksanaan Karya Agung Panca Bali Krama di Pura Agung Besakih yang puncaknya akan dilasanakan pada tanggal 25 Maret 2008, sehari sebelum hari raya NYEPI. Kegiatan persiapan awal telah dilakukan oleh Desa Adat Besakih bersama dengan pemerintah Provinsi Bali, Kabupaten dan Kota se Bali. Seluruh rangkaian upacara akan berlangsung sejak Desember 2008 hingga April 2009.
Semoga tidak ada halangan sehingga saya dapat menyampaikan catatan pelaksanaan upacara Karya Agung tersebut secara lengkap.
Selain catatan tentang pelaksanaan Karya Agung Panca Bali Krama 2009, akan saya sajikan pula beberapa catatan dokumentasi upacara di Pura Agung Besakih yang saya ikuti sejak beberapa tahun silam.
Semoga bermanfaat.

Yasa Kerti

Persiapan pelaksanaan Karya Tawur Agung Panca Bali Krama di Pura Agung Besakih 2009 telah disusun oleh Desa Adat Besakih selaku Pangempon Pura Agung Besakih. Persiapan tersebut didukung oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten & Kota se Bali selaku pangemong 18 Pura Pakideh di kawasan Pura Agung Besakih. Panitia Pelaksana tingkat pusat (provinsi) dan tingkat lokal (Desa Adat Besakih) pun telah disusun yang terdiri dari berbagai unsur krama Bali, sedangkan Yajamana Karya adalah Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Griya Aan, Banjarangkan, Klungkung.
Berikut saya kutip Pengantar Klian Desa Adat Besakih dan Sambutan Yajamana Karya terkait dengan telah disusun buku Yasa Kerti Karya Tawur Agung Panca Bali Krama 2009.
____________________________________________________
PENGANTAR KLIAN DESA ADAT BESAKIH

OM Suastiastu,
Sebagaimana tuntunan susastra perihal pangempon Pura Agung Besakih, sudah menjadi kewajiban bagi krama Desa Adat Besakih yang terhimpun dalam kelompok pemaksan untuk melaksanakan berbagai kegiatan ritual di seluruh kawasan Pura Agung Besakih. Pada bulan Maret 2009 nanti, saat Tilem Caitra (Tilem Kesanga) ketika tahun Saka berakhir dengan nol ( Rah Windu)tahun Saka 1930, adalah kewajiban bagi umat Hindu untuk melaksanakan upacara 10 tahunan, Karya Agung Panca Bali Krama di Pura Agung Besakih yang menjadi satu rangkaian dengan upacara tahunan Bhatara Turun Kabeh.
Setelah mengadakan paruman antara prajuru Desa Adat Besakih dengan para Jro Mangku Pura Agung Besakih, diputuskan untuk menyelenggarakan paruman dengan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota se Bali selaku pangempon 18 pura pakideh sakuwub Pura Agung Besakih. Paruman tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2007 di Pura Ulun Kulkul, Besakih, dihadiri oleh utusan provinsi, kabupaten dan kota se Bali.
Selain membahas kesiapan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota dalam mendukung pelaksanaan Karya Agung Panca Bali Krama 2009, dalam paruman tersebut dibahas pula upaya untuk mengumpulkan bahan-bahan dari para Sulinggih sebagai tuntunan Yasa Kerti bagi umat se-dharma. Buku kecil ini merupakan himpunan tentang rangkaian upacara dan tuntunan Yasa Kerti bagi umat Hindu dalam menyongsong dan mendukung terlaksananya Karya Agung Panca Bali Krama 2009.
Tentunya setelah terbentuknya Panitia Karya, tambahan informasi diharapkan akan melengkapi buku Yasa Kerti ini sehingga mampu menjadi tuntunan bagi umat se-dharma dalam mendukung pelaksanan Karya Agung Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih Tahun 2009
Om Santi, Santi, Santi Om

Klian Desa Adat Besakih,
I Wayan Gunatra
______________________________________________________


SAMBUTAN YAJAMANA KARYA

OM Suastiastu,
Karya Agung Panca Bali Krama dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali, yaitu pada Tilem Caitra (Tilem Kesanga) ketika tahun Saka berakhir dengan nol ( Rah Windu). Upacara Panca Bali Krama untuk tahun Saka 1930 ini akan jatuh pada hari Rabu Paing Kuningan, tanggal 25 Maret 2009.
Karya Agung Panca Bali Krama yang pada intinya adalah pelaksanaan dari Bhuta yajna dan Dewa yajna yang bermakna untuk menyucikan alam semesta menuju tatanan yang harmoni. Untuk itu semestinya seluruh umat Hindu melaksanakan Yasa Kirti, sebagai perwujudan dari pelaksanaan Tapa-Brata-Yoga, pengendalian diri, pemusatan dan penyucian pikiran.
Buku kecil ini memuat tuntunan yasa kirti yang patut dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu dalam rangka menyongsong Karya Agung Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh, yang telah merupakan keputusan paruman Sulinggih Propinsi Bali, yang diselenggarakan di Wantilan Kerta Sabha Denpasar pada hari Kamis, tanggal 26 Juni 2008. Melalui tuntunan yasa kirti ini diharapkan seluruh umat Hindu dapat melaksanakan yajna dalam karya agung yang sangat suci ini, sebagai wujud pelaksanaan ajaran agama.
Semoga buku kecil ini dapat dijadikan pegangan, khususnya oleh para Bendesa Adat, Kelian Banjar, Pemuka masyarakat dan umat Hindu pada umumnya, sehingga dapat melaksanakan yasa kirti dengan sebaik-baiknya dalam karya Agung Panca Bali Krama sesuai dengan swadharma kita masing-masing.
OM Santi, Santi, Santi OM

Yajamana Karya,
Ida Pedanda Gede Putra Tembau
(Gerya Gede, Desa Aan, Klungkung)
____________________________________________________________

YASA KERTI
DALAM RANGKA KARYA AGUNG PANCA BALI KRAMA
DAN BHATARA TURUN KABEH DI PURA AGUNG BESAKIH TAHUN 2009

Dalam rangka menyongsong Karya Agung Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih sesuai dengan Keputusan Paruman Sulinggih Provinsi Bali Tanggal 26 Juni 2008, dan berdasarkan sumber-sumber sastra indik Panca Bali Krama, setiap sepuluh tahun sekali yaitu pada Tilem Caitra (Tilem Kasanga) Tahun Saka berakhir dengan nol ( Rah Windu ), dilaksanakan Karya Agung Panca Bali Krama. Upacara besar tersebut untuk tahun Saka 1930 jatuh pada hari Buda Paing Kuningan, Tanggal 25 Maret 2009.
Berkenaan dengan hal itu, untuk mendukung kesucian dan suksesnya pelaksanaan Karya Agung tersebut patut dilaksanakan Yasa Kerti oleh seluruh umat Hindu, baik dalam sikap dan prilaku maupun dalam bentuk upacara dan upakaranya sebagai berikut :
I. Yasa Kirti dalam bentuk prilaku.
Untuk menyongsong Karya Agung Panca Bali Krama dan Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih sebagaimana halnya dalam pelaksanaan setiap yadnya lebih-lebih yadnya yang besar, perlu didukung dengan pengendalian diri yang baik, sikap dan prilaku yang iklas, yang dilandasi dengan kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan, sesuai dengan lontar Indik Panca Bali Krama :
Kayatnakna, aywa saula-ulah lumaku, ngulah subal, yan tan hana bener anut linging aji. Nirgawe pwaranya kawalik purihnya ika, amrih ayu byakta atemahan hala. Mangkana wenang ika kaparatyaksa de sang anukangi, sang adiksani lan sang adrewe karya, ika katiga wenang atunggalan panglaksana nira among saraja karya.
Aywa kasingsal, apan ring yadnya tan wenang kacacaban, kacampuhan manah weci, ambek branta, sabda parusya.
Ikang manah stithi jati nirmala juga maka sidhaning karya, marganing amanggih sadya rahayu, kasidhaning panuju mangkana kengetakna. Estu phalanya.
Maksudnya :
Waspadalah, jangan sembarangan melangkah asal jalan saja, apabila tidak benar sesuai dengan ucap sastra agama. Pekerjaan sia-sia itu namanya, akan berbaliklah harapan yang diperoleh, berharap kebaikan, tetapi nyatanya menjadi tidak baik (buruk). Demikianlah patut selalu waspada bagi Tapini, Yajamana dan orang yang memiliki yadnya, ketiganya itu patut menyatukan pandangan dan langkah dalam mengendalikan semua pekerjaan (yadnya).
Janganlah saling bertentangan, sebab dalam pelaksanaan yadnya tidak boleh ternodai, dicampuri oleh pikiran kotor, pikiran bimbang, kata-kata kasar. Pikiran yang suci dan tidak ternoda jualah yang mengantarkan keberhasilan suatu yadnya, sebagai jalan menemukan keberhasilan dan keselamatan, berhasil mencapai tujuan, demikianlah selalu diingat, semoga mendapatkan pahalanya.
Dengan landasan sikap dan prilaku seperti tersebut diatas, demi tertib dan lancarnya karya dimaksud, kepada setiap umat yang akan maturan sangat diharapkan :

  1. Agar dengan tertib, sabar dan tenang menunggu giliran sembahyang terutama pada saat-saat sedang padatnya pemedek.
  2. Para Pemangku maupun masyarakat yang ingin ngaturang ayah agar terlebih dahulu melapor kepada Panitia serta mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan.
  3. Untuk menghindari padatnya pemedek pada hari-hari tertentu, dianjurkan kepada umat dari Kabupaten/Kota untuk ngaturang bakti bersama-sama pada saat giliran kabupaten/Kota yang bersangkutan ngaturang penganyar.
  4. Berpakaian yang pantas (bersih,rapi dan sopan) serta tidak mengenakan perhiasan yang berlebihan.
  5. Ikut menjaga kebersihan dengan jalan mengumpulkan dan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan.
  6. Ikut menjaga ketertiban dalam perjalanan dengan mematuhi semua aturan yang berlaku termasuk aturan lalu lintas dan parkir sehingga tercipta suasana yang aman, tertib, tenang dan hikmat.

.... buku lengkap Yasa Kerti Karya Tawur Agung Panca Bali Krama, termasuk seluruh rangkaian upacara (dudonan karya) sedang kami persiapkan dalam format .pdf agar bisa anda download.