Jumat, 27 Maret 2009

Upacara 10 - Puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama

Upacara 10 - Puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama, 25 Maret 2009.
Rangkaian puncak upacara Panca Bali Krama diselenggarakan hari ini Rabu 25 Maret 2009 sejak pagi hari sekitar jam 8.00 di Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Sebanyak 15 orang pendeta (Sarwa Sadaka) yang melakukan pemujaan secara bersamaan di "genah tawur" untuk memimpin pelaksanaan upacara Karya Agung Panca Bali Krama. 15 orang Pendeta itu melakukan pemujaan masing-masing 2 orang di 4 arah penjuru (utara, timur, selatan dan barat) serta 5 orang melakukan pemujaan di titik tengah.
Sementara di Genah dilaksanakan pemujaan, selang 30 menit, di natar Pura Penataran Agung Besakih dilakukan upacara Ayun Widhi yang dipimpin oleh 3 orang pendeta yang memuja di Bale Gajah dan ritual Tedun ke Paselang dipimpin oleh 2 orang Pendeta. Selain itu, dilaksanakan juga upacara Pangemit Karya dan Pangerajeg Karya yang masing-masing dipimpin oleh seorang Sulinggih (pendeta). Secara keseluruhan, puncak Karya Panca Bali Krama pada Rabu 25 Maret 2009 dipimpin oleh 22 orang Sulinggih.
Prosesi yang dipandang sebagai puncak adalah saat melaksanakan prosesi membuat "Nasi Tawur" di tengah-tengah areal upacara yang dilakukan oleh Pedanda Bhuda dibantu oleh para "pengayah". Nasi Tawur dibuat dengan mencampurkan berbagai sarana upakara dari empat "Sanggar" di empat arah mata angin dengan materi utama beras empat warna, hitam putih, kuning dan merah yang merupakan simbol kekuatan "pangider bhuwana" atau sebagai perlambang keseimbangan alam semesta. Setelah dicampur, Ida Pedanda Bhuda melakukan puja mantra yang mengandung makna untuk membuka jalan bagi kekuatan alam menuju arah kekuatan para dewata sehingga akan tercipta keseimbangan alam dan keseimbangan antara "bhuwana agung" (alam semesta) dengan "bhuwana alit" (manusia). Nasi Tawur dan Tirtha Tawur inilah yang dibagikan kepada seluruh Desa Adat di Bali untuk dibagikan kepada seluruh warga desa adat dan ditaburkankan pula di wilayah desa adat masing-masing sebagai pertanda bahwa Karya Agung Panca Bali Krama sebagai "yadnya jagat" (upacara seluruh jagat semesta) telah dilaksanakan secara serempak di semua tempat. Upacara Tawur di bancingah agung ini ditutup dengan persembahyangan bersama dipimpin oleh 15 pendeta diikuti oleh ribuan umat Hindu yang hadir saat itu. Unsur Pemerintah (yang dalam agama Hindu dipandang sebagai Guru Wisesa) hadir dalam upacara Panca Bali Krama tersebut, diwakili oleh Gubernur Bali dan jajaran pemerintahan tingkat prvinsi Bali, kabupaten dan kota se Bali. Rangkaian upacara yang juga dilaksanakan bersamaan adalah upacara "Ayun Widhi" dan "Tedun ke Paselang" dilaksanakan di halaman tengah (purian) Pura Penataran Agung Besakih. Upacara Ayun Widhi dan Tedun ke Paselang ini merupakan Dewa Yadnya sebagai rangkaian akhir dari pelaksanaan upacara Tawur Panca Bali Krama yang merupakan upacara Bhuta Yadnya. Peralihan prosesi Bhuta Yadnya ke Dewa Yadnya inilah memberikan gambaran tentang perputaran (siklus) pemurnian dan penyatuan kekuatan alam semesta dengan kekuatan utama Dewata (yadnya yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu tercakup dalam Panca Yadnya, yaitu; Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya). Menarik untuk diketengahkan adalah upacara "Tedun ke Paselang" dengan rangkaian mengiringkan semua "pralingga" Ida Bhatara dari Bale Paruman Agung menuju Bale Paselang melalui prosesi mengelilingi natar (halaman) Pura Penataran Agung pada arah putaran jarum jam sebanyak tiga kali (Purwa Daksina). Pada prosesi di Bale Paselang dilakukan "Majejiwa" (dialog ritual) yang antara lain menyebutkan tentang Smara-Ratih dan tentang keberadaaan "isin gumi" (sumber daya alam) yang terkesan sebagai "upacara kesuburan". Pada bagian akhir upacara Tedun ke Paselang dilakukan persembahyangan bersama dan membagikan beras kepada umat yang hadir yang sebelumnya dipergunakan sebagai alas "pralingga" di Bale Paselang dan selanjutnya mengiringkan kembali pralingga menuju Bale Paruman Agung dengan sebelumnya diiringkan menuju Candi Bentar untuk nodya atau menyaksikan upacara Tawur Panca Bali Krama di Genah Tawur Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Sebagai kelengkapan dalam penyelenggaraan Karya Agung Panca Bali Krama, dipersembahkan pula "wali" (seni persembahan) berupa Topeng, Gong Gede, Gong Selonding, Rejang, Baris Gde, Wayang Lemah dan Kidung.
.
Foto 1: Prosesi Ngaduk Nasi Tawur saat puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama.
Foto 2: Usai persembahan Tawur Agung Panca Bali Krama, perwakilan umat di masing-masing kabupaten, kota dan desa pakraman berebut Nunas Tirta Tawur dan Nasi Tawur yang nantinya disebarkan kepada seluruh warga desa pakraman.
Foto 3: Ritual Tedung ke Paselan di Natar Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 4: Prosesi Nodya, pralingga Ida Bhatara nodya Tawur Agung dari Candi Bentar Pura Agung Besakih.
Foto 5: Manusa Saksi. Gubernur Bali dan jajaran pejabat tingkat provinsi, kabupaten dan kota se Bali hadir selaku unsur "manusa saksi".

2 komentar:

  1. ya bagus juga walaupun pada saat Tawur sempat terjadi ricuh dan penuh rebutan.....

    BalasHapus
  2. laporannya menarik sekali seolah olah saya ikut ada disana meskipun saya tidak menyaksikannya, salut buat pak Wid

    BalasHapus