Minggu, 26 April 2009

Upacara 15, Tirtha Panglebar dan Panyineban

Upacara 15 – Tirtha Panglebar lan Panyineban, 24 April 2009.

Sebulan setelah pelaksanaan puncak Karya Tawur Agung Panca Bali Krama 25 Maret 2009 yl, pada Sukra Paing Paang - Selasa 24 April 2009 kemarin diselenggarakan upacara Panyineban terkait dengan seluruh rangkaian Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh ring Pura Agung Besakih warsa 2009.
Selain upacara Panyineban, siang hari dilaksanakan ritual Nunas Tirtha Panglebar di Pura Dalem Puri Besakih oleh perwakilan Desa Pakraman seluruh Bali untuk dibagikan kepada seluruh warga di wilayah masing-masing. Bila pada awal upacara dilaksanakan ritual Nunas Tirtha Panglukatan dan Pamarisudha untuk seluruh umat Hindu maka pada akhir rangkaian dilakukan ritual Nunas Tirtha Panglebar yang bermakna bahwa sengker (batas) Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh telah dibuka kembali dan umat Hindu dapat melaksanakan berbagai ritual keagamaan (terutama upacara terkait kelayusekaran – kematian) sesuai dengan keyakinan dan dresta (adat) di masing-masing wilayah untuk memilih hari baik (subhadiwasa).
Sebagaimana dengan tuntunan dalam buku Yasa Kerthi disebutkan bahwa Daksina Pejati yang sudah dilinggihkan sejak tanggal 25 Maret 2009, di masing-masing sanggar hari ini kalebar kemudian kageseng, dengan terlebih dahulu menghaturkan soda putih kuning dan canang yasa serta segehan. Demikian pula penjor pada hari ini bisa di cabut. Sisa-sisa upakara dikumpulkan dan dibakar kemudian abunya dimasukkan pada bungkak nyuh gading dan ditanam, abu sisa di merajan ditanam di merajan (dibelakang palinggih rong tiga), demikian pula abu sisa upakara di halaman rumah dan di lebuh ditanam di lebuh, disertai dengan canang sari 1 pasang.
Rangkaian upacara Panyineban yang dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih telah dimulai sejak pagi dengan penyelenggaraan ritual Perang Sata yaitu mengadu telor, tingkih, pangi dan ayam dengan posisi nyatur, kaja-kelod dan kangin-kauh. Siang hari dilakukan pemujaan Panyineban oleh 2 orang Sulinggih yaitu Ida Pedanda Gede Dwija Nugraha dan Ida Pedanda Gede Pemaron Menara yang memuja di Bale Gajah. Saat bersamaan dilakukan pula pemujaan di Pangerajeg Karya oleh Ida Pedanda Wayahan Tianyar, dan di Pangemit Karya oleh Ida Pedanda Gede Manu Singaraga. Setelah laporan pertanggungjawaban panelas dan pangerawuh (biaya upacara dan dana punia) oleh Ketua Pelaksana yang juga Bendesa Desa Pakraman Besakih I Wayan Gunatra dihadapan Gubernur, Bupati dan Walikota serta lebih dari 3000 umat yang hadir saat itu, acara dilanjutkan dengan persembahyangan bersama dan Nuwek Bagia Pulakerthi oleh Gubernur Bali selaku Guru Wisesa.
Usai ngalungsur dan nunas pepranian rayunan Ida Bhatara, puncak panyineban dilakukan dengan nedunang pralingga Ida Bhatara dari palinggih Pengaruman Agung dan Ida Bhatara Tirtha dari Sanggar Tawang untuk diiringkan menuju bancingah Pura Penataran Agung Besakih dan selanjutnya dilaksanakan persembahan bhakti Tatingkeb dan Sesayut Sidhakarya yang menandakan seluruh rangkaian upacara telah usai dilaksanakan. Pralingga Ida Bhatara selanjutnya diiringkan menuju gedong Pasimpenan masing-masing.
Dari titik bancingah Pura Penataran Agung Besakih ini, seluruh pralingga yang semula membentuk formasi setengah lingkaran kemudian berpencar menuju empat arah nyatur, yaitu: pralingga Ida Bhatara Luhuring Ambal-Ambal kembali diiringkan menuju pasimpenan di Pura Penataran Agung Besakih (termasuk pralingga Ida Bhatara Pura Gelap kembali menuju Pura Gelap melalui Pura Penataran Agung), pralingga Ida Bhatara Soring Ambal-Ambal menuju arah selatan, pralingga Ida Bhatara Batumadeg menuju ke arah barat dan pralingga Ida Bhatara Kiduling Kreteg menuju arah timur.
Setelah prosesi mengiringkan pralingga Ida Bhatara ke masing-masing gedong Pasimpenan, prosesi akhir adalah ngeseng orti atau secara simbolis membakar unsur upakara. Abu pembakaran tersebut dimasukkan kedalam sebuah kelapa gading (nyuh gading) dibungkus dengan kain putih kuning dan selanjutnya disatukan dengan sesajen Bagia Pulakerti dan ditanam di belakang Sanggar Tawang. Prosesi yang disebut Mendem Bagia Pulakerthi ini mengakhiri seluruh rangkaian upacara Panyineban yang juga merupakan titik akhir dari seluruh rangkaian Karya Tawur Agung Panca Bali Krama lan Ida Bhatara Turun Kabeh ring Pura Agung Besakih Warsa 2009.
Pada hari yang sama, di pura Catur Lawa (Ida Ratu Pasek, Ida Ratu Pande, Ida Ratu Dukuh dan Ida Ratu Penyarikan) dan juga di semua pura Pedharman di kawasan Pura Agung Besakih dilakukan prosesi Panyineban. Prosesi panyineban di Pura Catur Lawa dan Pura Pedharman dilaksanakan oleh masing-masing warga pemaksan pura tersebut.
Kendati upacara panyineban merupakan titik akhir dari upacara Panca Bali Krama dan Ida Bhatara Turun Kabeh, pada tanggal 27 April 2009 nanti akan diselenggarakan satu upacara yang disebut upacara Mejauman. Upacara Mejauman tersebut dilaksanakan di tempat Nuwur Ida Bhatara Tirtha (Semeru, Rinjani dan Sad Kahyangan di Bali) bermakna sebagai ungkapan terima kasih kepada Ida Hyang Widhi yang bersthana di tempat tersebut atas perkenan dan karunia sehingga seluruh rangkaian upacara berlangsung dengan baik.
Perihal pelaksanaan upacara Mejauman, kecuali Semeru dan Rinjani, upacara Mejauman di pura Sad Kahyangan di Bali dan gunung Agung dipusatkan di Pura Pangubengan Besakih yang berlokasi paling hulu di kawasan Pura Agung Besakih.

.
Foto 1: Perang sata, mengadu telur, tingki, pangi dan ayam.
Foto 2: Pemujaan Panyineban oleh 2 orang Sulinggih di Bale Gajah
Foto 3: Pamuspaan Panyineban.
Foto 4: Pralingga Ida Bhatara Lingsir saat keluar menuju bancingah Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 5: Prosesi persembahan bhakti tatingkeb dan sesayut sidhakarya di bancingah Pura Penataran Agung Besakih.
Foto 6: Pralingga Ida Bhatara di Soring Ambal-Ambal diiringkan menuju arah selatan.
Foto 7: Pralingga Ida Bhatara Batu Madeg diiringkan menuju arah barat
Foto 8: Pralingga Ida Bhatara Luhuring Ambal-Ambal diiringkan menuju arah utara ke gedong pasimpenan Pura Penataran Agung Besakih.

2 komentar: