Jumat, 23 Januari 2009

UNHI - Seminar Panca Bali Krama

Tegakkan Kesucian, Membangun Keharmonisan Jagat
Unhi Gelar Seminar 'Panca Bali Krama'
Denpasar (Bali Post) - Jumat, 23 Januari 2009 BP

Program Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar menggelar seminar regional memaknai pelaksanaan upacara Panca Bali Krama caka 1930 tahun 2009, di Gedung Widya Sabha Unhi, Kamis (22/1) kemarin. Seminar tersebut menampilkan pembicara Ida Pedanda Putra Tembau dari Geria Aan Klungkung (keynote speaker), Drs. Ida Bagus Sudarsana, MBA., M.M. (Ketua Harian PDHB Bali), Drs. Ida Bagus Gede Agastia (sastrawan) dan Gede Marayana (astronom).
Ketua Program Pascasarjana Unhi Prof. Dr. IB Gunadha mengatakan, seminar ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami makna upacara Panca Bali Krama ditinjau dari sumber sastra, padewasan-nya dan hubungan dengan keberagamaan umat Hindu secara kontekstual. Secara khusus, seminar ini bertujuan antara lain untuk memperoleh kejelasan tentang makna upacara Panca Bali Krama yang pelaksanaannya masih dalam rangkaian Galungan (wuncal balung).
Sementara itu upacara Panca Bali Krama tahun ini berlangsung bertepatan dengan Tilem Caitra (kasanga) Saka 1930, tanggal 25 Maret 2009 mendatang. Karya ini digelar setiap 10 tahun sekali, yaitu pada Tilem Caitra ketika tahun saka berakhir dengan 'O' atau rah windhu. Karya agung ini digelar di kaki Gunung Agung -- tepatnya di Bencingah Agung Pura Agung Besakih.
IB Agastia mengatakan, sistem upacara umat Hindu di Bali terutama upacara-upacara besar seperti Panca Bali Krama, Eka Dasa Rudra dan yang lain diselenggarakan pada saat terpilih dan juga tempat yang terpilih. Ketika matahari dan bulan tepat di atas khatulistiwa -- garis yang membelah bumi --itulah waktu yang dipilih untuk melaksanakan Karya Agung Panca Bali Krama maupun Eka Dasa Rudra.
Karya agung ini dimaksudkan untuk mengharmoniskan segala unsur yang membangun jagat raya yang disebut Panca Mahabuta dan Panca Tanmatra. Sehari setelah upacara besar itu umat Hindu memasuki tahun baru saka. Upacara agung seperti Panca Bali Krama maupun Eka Dasa Rudra pada hakikatnya dimaksudkan untuk menegakkan nilai-nilai kesucian, lalu membangun keharmonisan jagat yang disebut jagat hita, bhuta hita, sarwaprani hita. Semua hal itu diharapkan memberikan kerahayuan kepada manusia yang menempati bumi ini. Semoga isi jagat raya (sarwaprani) memberikan prana atau energi kerahayuan pada manusia dan seisi alam.
Dikatakannya, ada landasasn filosofi atau tatwa yang mendasari upacara ini. Landasannya menyangkut konsep Panca Maha Bhuta, Panca Tanmatra, Panca Brahma, Panca Giri dan Panca Indria.
Gede Marayana mengatakan hal senada. Panca Bali Krama merupakan upacara buta yadnya yakni bertujuan untuk mencapai bhuta hita atau jagat hita, sehingga terjadi keharmonisan kehidupan makhluk hidup dan jagat raya ini -- sarwaprani hita.
IB Sudharsana juga mengatakan hal yang sama bahwa Panca Bali Krama adalah korban suci untuk menetralisir dan memelihara keharmonisan kekuatan panca maha buta.
Ida Pedanda Putra Tembau mengatakan, pelaksanaan Panca Bali Krama kali ini memang 'terbentur' tradisi Bali seperti sasih ngelawe, wuncal balung dan pasah. Tetapi, semua itu bisa dinetralisir dengan berpegangan pada lontar Aji Swamandala bahwa pelaksanaan tawur mesti pada tilem kasanga.Gede Marayana mengatakan, pelaksanaan Tawur Panca Bali Krama kali ini mari diyakini -- gugu dan tuwon. 'Tak usah diragukan. Mari laksanakan dengan yasa kerti, manunggaling idep, sabda lan bayu untuk sida labda karya,' katanya. (08/*)
Foto: Upacara Pamendak Agung di Bancingah Pura Penataran Agung Besakih dalam rangkaian upacara Melasti. (foto: widnyana sudibya)

1 komentar:

  1. kami harap seperti itu....

    namun kenyataannya emang berbeda....

    BalasHapus