Jumat 6 Maret 2009, Nyukat Genah Tawur
Puncak upacara Tawur Agung Panca Bali Krama tanggal 25 Maret 2009 nanti akan dilaksanakan di Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Disebut sebagai bancingah agung karena tempat tersebut adalah ruang terbuka atau ruang luar yang terletak di tengah kawasan Pura Agung Besakih. Bancingah umumnya terletak di depan atau natar terluar sebuah pura, seperti misalnya bancingah Pura Penataran Agung Besakih terletak di sisi utara Pura Basukian, namun kekhususan posisi bancingah berlaku di Pura Agung Beskaih karena struktur ruang kawasan Pura Agung Beskaih memang berbeda dengan pura lainnya di Bali.
Kawasan bancingah agung Pura Agung Besakih ini lazim pula disebut sebagai ambal-ambal atau titik landmark atau penanda ruang di kawasan pura Agung Besakih. Dengan adanya “landmark” atau ambal-ambal yang letaknya strategis ini (di titik tengah) kawasan pura Agung Besakih dikelompokkan menjadi 2, yaitu luhuring ambal-ambal (di hulu ambal-ambal) dan soring ambal-ambal (di hilir ambal-ambal). Dalam ajaran Hindu titik tengah dipandang sebagai ruang kosong, sebagai titik nol, sebagai titik sakral, sebagai tempat sempurna untuk melakukan pemujaan dan pemuliaan (recycle), sebagai titik somya (pengembalian) kekuatan butha kembali ke kesucian dewa.
Di titik ruang kosong bancingah agung kawasan ambal-ambal inilah persembahan dan pemujaan Tawur agung Panca Bali Krama akan digelar pada hari terpilih Tilem Kasanga, 25 Maret 2009. Kendati dipandang sebagai ruang sakral, pembuatan sarana penunjang upacara Tawur Agung panca Bali Krama tetap dilaksanakan atas dasar tuntunan susastra termasuk penetapan tata letak bangunan-bangunan sarana upacara. Hari ini, 6 Maret 2009 jam 10.15 pagi dilaksanakan upacara Nyukat Genah Tawur di Bancingah Agung Pura Agung Besakih yang dipimpin oleh Yajamana Karya Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Griya Aan, Klungkung dibantu oleh puluhan pemangku dan pengayah. Kegiatan pokok, secara fisik, adalah melakukan penetapan luas areal tempat pelaksanaan upacara tawur dan tata letak bangunan-bangunan yang dipergunakan dalam upacara tersebut seperti misalnya, Sanggar Tawang, Sanggar Pawedaan, Bale Pedanan dan bangunan penunjang lainnya. Bangunan-bangunan tersebut dikelompokkan menjadi 4 dalam posisi nyatur dan 1 di tengah sehingga merupakan kelompok bangunan typical/sejenis di lima titik: kaja-kelod, kangin-kauh dan tengah. Posisi ini, antara lain, diturunkan dari filosofi pemujaan Panca Bali Krama (berbeda dengan Eka Dasa Rudra – upacara seratus tahunan - yang mengambil 8 arah penjuru dan 3 di tengah sehingga jumlahnya sebelas menyajikan simbol Eka Dasa Rudra).
Di lima titik sanggar pemujaan inilah nanti, pada puncak upacara tawur, Ida Pedanda akan melakukan pemujaan secara bersamaan, memuja kekuatan dan kemuliaan Ida Hyang Widhi Wasa kemudian menggabungkan kekuatan puja dalam wujud tirta tawur dan nasi tawur yang selanjutnya oleh perwakilan desa pakraman seluruh Bali akan disebarkan kepada seluruh warga desa sebagai sarana pemujaan di masing-masing pekarangan. Pemujaan kemuliaan dan kekuatan Ida Hyang Widhi Wasa pada saat bersamaan, hari itu 25 Maret 2006, akan menyebar ke seluruh wilayah Bali. Keesokan harinya, 26 Maret 2009, secara bersamaan pula wilayah Bali akan hening, Nyepi.
Dipandang dari tingkat kesakralan upacara Tawur Agung Panca Bali Krama itu dapat dipahami bila penentuan bangunan dan sarana penunjang lainnya di tempat Tawur Agung dilakukan secara hati-hati, penuh perhitungan dan tetap berdasar pada tuntunan susastra tentang baik-buruk penetapan luas areal upacara dan tata letak bangunan.
Sejak hari ini, 6 Maret 2009, kegiatan persiapan Karya Agung Panca Bali Krama akan semakin meningkat terutama penyiapan bangunan-bangunan yang akan dibuat di bancingah agung Pura Agung Besakih. Hingga hari ini beberapa bangunan pendukung seperti pewaregan (dapur) sudah menjelang rampung dikerjakan oleh para pengayah. Hari ini tercatat sebanyak 750 orang pengayah datang ke pura Besakih untuk membantu persiapan berbagai sarana upakara.
Puncak upacara Tawur Agung Panca Bali Krama tanggal 25 Maret 2009 nanti akan dilaksanakan di Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Disebut sebagai bancingah agung karena tempat tersebut adalah ruang terbuka atau ruang luar yang terletak di tengah kawasan Pura Agung Besakih. Bancingah umumnya terletak di depan atau natar terluar sebuah pura, seperti misalnya bancingah Pura Penataran Agung Besakih terletak di sisi utara Pura Basukian, namun kekhususan posisi bancingah berlaku di Pura Agung Beskaih karena struktur ruang kawasan Pura Agung Beskaih memang berbeda dengan pura lainnya di Bali.
Kawasan bancingah agung Pura Agung Besakih ini lazim pula disebut sebagai ambal-ambal atau titik landmark atau penanda ruang di kawasan pura Agung Besakih. Dengan adanya “landmark” atau ambal-ambal yang letaknya strategis ini (di titik tengah) kawasan pura Agung Besakih dikelompokkan menjadi 2, yaitu luhuring ambal-ambal (di hulu ambal-ambal) dan soring ambal-ambal (di hilir ambal-ambal). Dalam ajaran Hindu titik tengah dipandang sebagai ruang kosong, sebagai titik nol, sebagai titik sakral, sebagai tempat sempurna untuk melakukan pemujaan dan pemuliaan (recycle), sebagai titik somya (pengembalian) kekuatan butha kembali ke kesucian dewa.
Di titik ruang kosong bancingah agung kawasan ambal-ambal inilah persembahan dan pemujaan Tawur agung Panca Bali Krama akan digelar pada hari terpilih Tilem Kasanga, 25 Maret 2009. Kendati dipandang sebagai ruang sakral, pembuatan sarana penunjang upacara Tawur Agung panca Bali Krama tetap dilaksanakan atas dasar tuntunan susastra termasuk penetapan tata letak bangunan-bangunan sarana upacara. Hari ini, 6 Maret 2009 jam 10.15 pagi dilaksanakan upacara Nyukat Genah Tawur di Bancingah Agung Pura Agung Besakih yang dipimpin oleh Yajamana Karya Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Griya Aan, Klungkung dibantu oleh puluhan pemangku dan pengayah. Kegiatan pokok, secara fisik, adalah melakukan penetapan luas areal tempat pelaksanaan upacara tawur dan tata letak bangunan-bangunan yang dipergunakan dalam upacara tersebut seperti misalnya, Sanggar Tawang, Sanggar Pawedaan, Bale Pedanan dan bangunan penunjang lainnya. Bangunan-bangunan tersebut dikelompokkan menjadi 4 dalam posisi nyatur dan 1 di tengah sehingga merupakan kelompok bangunan typical/sejenis di lima titik: kaja-kelod, kangin-kauh dan tengah. Posisi ini, antara lain, diturunkan dari filosofi pemujaan Panca Bali Krama (berbeda dengan Eka Dasa Rudra – upacara seratus tahunan - yang mengambil 8 arah penjuru dan 3 di tengah sehingga jumlahnya sebelas menyajikan simbol Eka Dasa Rudra).
Di lima titik sanggar pemujaan inilah nanti, pada puncak upacara tawur, Ida Pedanda akan melakukan pemujaan secara bersamaan, memuja kekuatan dan kemuliaan Ida Hyang Widhi Wasa kemudian menggabungkan kekuatan puja dalam wujud tirta tawur dan nasi tawur yang selanjutnya oleh perwakilan desa pakraman seluruh Bali akan disebarkan kepada seluruh warga desa sebagai sarana pemujaan di masing-masing pekarangan. Pemujaan kemuliaan dan kekuatan Ida Hyang Widhi Wasa pada saat bersamaan, hari itu 25 Maret 2006, akan menyebar ke seluruh wilayah Bali. Keesokan harinya, 26 Maret 2009, secara bersamaan pula wilayah Bali akan hening, Nyepi.
Dipandang dari tingkat kesakralan upacara Tawur Agung Panca Bali Krama itu dapat dipahami bila penentuan bangunan dan sarana penunjang lainnya di tempat Tawur Agung dilakukan secara hati-hati, penuh perhitungan dan tetap berdasar pada tuntunan susastra tentang baik-buruk penetapan luas areal upacara dan tata letak bangunan.
Sejak hari ini, 6 Maret 2009, kegiatan persiapan Karya Agung Panca Bali Krama akan semakin meningkat terutama penyiapan bangunan-bangunan yang akan dibuat di bancingah agung Pura Agung Besakih. Hingga hari ini beberapa bangunan pendukung seperti pewaregan (dapur) sudah menjelang rampung dikerjakan oleh para pengayah. Hari ini tercatat sebanyak 750 orang pengayah datang ke pura Besakih untuk membantu persiapan berbagai sarana upakara.
.
Foto 1:
Ida Pedanda Gede Putra Tembau menjelaskan gambar rencana tata letak bangunan tawur.
Foto 2:
Ida Pedanda dibantu oleh Jro Mangku Suyasa membuat gegulak atau alat ukur terbuat dari bambu yang akan digunakan dalam menetapkan jarak-jarak bangunan tawur.
Foto 3:
Pemujaan sebelum melakukan penetapan tata letak bangunan.
Foto 4:
Muspa atau persembahyangan bersama usai pemujaan Nyukat Genah.
Foto 5 dan 6:
Ida Pedanda dibantu oleh pemangku dan para pengayah mereka-reka ukuran areal tawur dan tata letak bangunan.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar